Antre Bonek
Dahlan IskanJam 04.45 saya sudah di antrean. Saya hitung sudah ada berapa orang di depan saya: 40 orang.
Perusuh Mirwan Mirza pasti tidak bisa mengoreksi berapa jumlah tepatnya. Saya juga tidak sungguh-sungguh menghitungnya. Ini bukan naskah seminar.
Erick belum tiba. Saya tidak ngecek dia sudah sampai di mana. Dia mengemudikan mobil sendiri. Dia harus cari tempat parkir.
"Parkir di dekat pengadilan imigrasi saja," pesan Lia kemarin. Lalu memberi petunjuk arah-arah masuk ke gedung parkir itu.
Sebenarnya Erick sudah sering parkir di situ --mengantar ibunya sebagai pengacara masalah-masalah imigrasi.
Erick juga sudah sering ke situ sendirian. Yakni ketika membantu ibunya di urusan administrasi pengadilan. Tetapi Erick tetap mendengarkan pesan ibunya dengan baik. Dia tidak pernah memotong, misalnya, dengan kalimat "saya sudah tahu".
Yang datang untuk antre terus bertambah. Sebelum jam lima pagi sudah 40 orang lagi di belakang saya. Udara dingin. Ini sudah menjelang musim panas. Kok masih dingin. Padahal kemarinnya agak hangat.
Saya kedinginan di antrean. Apalagi selalu ada angin yang bertiup. Dingin. Dingin. Dingin. Dingin sampai hati.