Antre Maling
Dahlan IskanDemokrat. Demokrat. Demokrat. Semua Demokrat.
Ada satu yang Republik. Wanita. Setengah baya. Berpakaian cantik. Seperti baru keluar dari salon. Atau dia tidur tengkurap tadi malam setelah dari salon kemarin sore.
Si salon tidak ikut antre. Dia mondar-mandir di sebelah antrean. Dari belakang ke depan, balik lagi ke belakang. Dia berteriak-teriak memuji Trump. Memaki Presiden Joe Biden.
Si ceriwis ganti berteriak ke arah Si salon. Memaki Trump. Lalu disusul teriakan Si Pirang. Tidak sahut-sahutan karena Si salon tidak pernah memutus mulutnya. Dia monolog. Semua yang merespons dari antrean juga wanita. Tidak ada laki-laki yang ikut urusan perempuan.
Si salon berhenti sendiri. Ngacir ke arah mobil-mobil televisi di belakang sana. Mungkin berniat orasi di depan kamera.
Kalau betul pukul 09.00 sidang dimulai mestinya setengah jam lagi antrean bisa bergerak maju. Tidak ada tanda-tanda itu. Memang di jalan depan pengadilan sudah kian sibuk. Mobil searah kian banyak. Kamera-kamera televisi kian siap di pinggir jalan. Dari antrean di bagian tengah tidak bisa melihat detil suasana di jalan itu.
Sesekali lewat mobil yang dipasangi layar lebar di bagian sampingnya. Terbaca gerak digital di layar itu. Terbaca tulisan besar: Tiga Presiden yang memperkarakan lawan politiknya. Washington, Lincoln, Biden. Layar mati sekejab. Lalu muncul tulisan di layar lagi. Hero. Hero. Coward.
Itu iklan politik berjalan. Dari kubu Trump. Mengecam Joe Biden.