Apa Kabar Janji Taliban? Pak Jokowi Sudah Menagih, China pun Mulai Jengkel
Kabar yang membuat China gusar datang dari Suhail Shaheen, juru bicara Taliban. Dalam wawancara eksklusifnya dengan media resmi China Global Times pada 9 September lalu, dia menyatakan bahwa sejumlah anggota ETIM telah diberi tahu untuk meninggalkan Afghanistan karena Taliban tidak mengizinkan wilayah Afghanistan dijadikan tempat untuk menyerang negara lain.
Tentu saja pernyataan Shaheen memunculkan kekhawatiran bahwa para pemberontak ETIM diberikan jalan keluar dari Afghanistan menuju Pakistan, Kirgizstan, dan Tajikistan.
China khawatir karena Taliban memberikan dukungan kepada ETIM melintasi wilayah perbatasan dengan aman. Bukan dengan menyerahkannya kepada China.
Sampai-sampai juru Juru bicara Kementerian Luar Negeri China (MFA) Zhao Lijian mendesak Taliban menjunjung tinggi komitmennya untuk memutus berbagai bentuk kerja sama dengan ETIM dan mengambil tindakan yang efektif terhadap kelompok teroris di wilayahnya.
Bagi Beijing, pengambilalihan kekuasaan di Afghanistan oleh pasukan gerilyawan Taliban melalui kontak senjata dalam jangka waktu yang relatif lama merupakan kenyataan yang harus diterima, meskipun bukan pilihan terbaik.
Kebijakan ekstraprotektif Beijing terhadap Xinjiang dalam satu dekade terakhir menjadi bagian dari upaya memagari wilayah China daratan dari pengaruh-pengaruh ekstremisme, radikalisme, dan terorisme berbau agama.
Beberapa saat setelah peristiwa ledakan bom di Menara Kembar WTC, New York, pada tahun 2001, pasukan AS menangkap sejumlah anggota jaringan teroris Al Qaida berlatar belakang etnis minoritas Muslim Uighur Xinjiang di Afghanistan.
China sangat yakin bahwa ETIM memiliki keterkaitan dengan Al Qaida. Bahkan pada tahun 2002, laporan intelijen China memublikasikan bahwa ETIM menerima sejumlah dana, senjata, dan dukungan logistik dari organisasi terorisme pimpinan Osama bin Laden itu.