Arbitrase Newmont Bisa Rugikan Rakyat
Rabu, 10 Desember 2008 – 21:43 WIB
Hal ini berdasarkan pasal 24 point 4 Kontrak Karya (KK/1986), dijelaskan bahwa pada akhir tahun kelima perusahaan tambang PT. NNT harus mendivestasikan sahamnya sekurang-kurangnya 15 %, pada akhir tahun keenam (tahun 2007) sekurang-kurangnya 23 % dan pada akhir tahun ke tujuh sekurang-kurangnya 30 %. Dan seterusnya pada akhir tahun ke delapan dan kesembilan masing-masing 37 persen dan 44 persen. Hingga pada akhir tahun kesepuluh kepemilikan saham nasional pada PT. NNT telah mencapai mayoritas yaitu 51 persen. Akan tatapi, hal tersebut tidak dilakukan oleh Newmont. Bahkan pada proses divestasi telah gagal sejak pertama kalinya yaitu proses divestasi sebesar 3 persen saham perusahaan tersebut (2007). Upaya tersebut gagal dikarenakan berbagai manuver politik yang dilakukan Newmont, yang terindikasi berkontribusi menghalang-halangi proses divestasi.
''Seharusnya perusahaan tambang NNT ditutup sementara hingga adanya keputusan arbitrase. Sebagaimana yang dilakukan oleh Pelaksana Tugas Bupati Kutai Timur Ir H Isran Noor M.Si yang membuat keputusan penghentian operasi terbatas kepada beberapa perusahaan termasuk PT Kaltim Prima Coal (KPC), dan mengadukan perusahaan KPC tersebut ke lembaga arbitrase. Tapi, dalam kasus arbitrase Newmont, hal itu tidak dilakukan oleh pemerintah pusat,'' ungkapnya.
Dijelaskan, sebelumnya Pemprop NTB bermaksud mendapatkan kepemilikan saham dari Nemont melalui kerjasama dengan Pemkab Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Disamping juga mengajak kerjasama mitra nasional lainnya guna mendapatkan 3 persen saham PT. NNT. Upaya tiga Pemda itu gagal dikarenakan Newmont tidak bersedia melepaskan sahamnya sebagaimana yang diatur dalam kontrak karya.