Arsul Sani Jadi Hakim MK , Pakar Hukum Singgung Soal Konflik Kepentingan
jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Refly Harun mengkritik keras terpilihnya anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menjadi hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menggantikan Wahiduddin Adams.
Sebab, kata Refly, terjadi konflik kepentingan ketika Arsul menjalani uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test sebagai hakim MK.
Diketahui, Arsul saat menjalani uji kelayakan berstatus anggota Komisi III DPR RI, sedangkan pihak yang melakukan tes ialah rekan politikus PPP itu di Senayan.
"Fit and proper test di kalangan temannya sendiri, kan, ya, sudah menang semua. Mau profesor lawannya, tetap saja dia (Arsul, red) yang menang," kata Refly menjawab awak media, Sabtu (9/12).
Toh, kata Refly, Arsul berpotensi mengalami konflik kepentingan lain setelah menjabat hakim MK, karena pria berkacamata itu mempunyai firma hukum.
"Itulah juga anggota DPR itu, aneh bin ajaib, yang namanya anggota DPR itu dilarang merangkap sebagai advokat, tetapi biasanya cara menyiasati mereka dalam tanda kutip mereka tidak praktik, kan, begitu, tetapi kantor mereka tetap jalan gitu," kata dia.
Refly pun mengingatkan seorang hakim MK terikat etika sehingga para calon pengadil wajib menanggalkan posisi lain yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
"Etika kelas tingginya harus dimiliki oleh seorang hakim konstitusi. Misalnya, dia berhenti semua dari kegiatan law firm, bahkan saham tidak boleh, mereka kan tidak berpraktik, tetapi (kalau, red) sahamnya mereka punya, bahkan namanya masih ada, kan, gila," tutupnya.