Artidjo Alkostar tak Mempan Godaan, Santet Salah Alamat
Dia sangat berharap sikap seperti itu dimiliki setiap hakim. Khususnya hakim-hakim muda yang nanti menjadi generasi penerus dia. Dengan begitu, harapan MA semakin baik ke depan terwujud. MA menjadi rumah keadilan bagi seluruh masyarakat.
Harapan itu dia utarakan setelah 18 tahun mengabdikan diri di MA. Setelah menangani 19.708 perkara. Dia yakin betul harapan tersebut terwujud. Sebab, MA terus berubah. Melalui berbagai langkah, sambung dia, lembaga peradilan tertinggi di tanah air itu sudah berbuat sebaik-baiknya untuk memperbaiki diri. ”MA itu berhak menatap masa depan yang lebih baik,” ucap Artidjo.
Lantas, apa yang akan dilakukan Artidjo setelah menyelesaikan tugas yang belasan tahun dijalaninya? Dengan ringan dia menjawab akan kembali menjadi orang desa. ”Saya akan pulang kampung. Mengangon kambing. Nggak muluk-muluk saya,” ujarnya.
Keinginan itu memang bukan kali pertama dilontarkan oleh sulung lima bersaudara tersebut. Dalam beberapa kesempatan, dia sudah sempat menyampaikan hal serupa.
Artidjo mengungkapkan bahwa dirinya sudah tidak mungkin kembali ke habitat sebagai advokat. Tapi, dia memastikan masih terus mengajar di Universitas Islam Indonesia.
Karena itu, setelah menuntaskan semua urusan di Jakarta akhir bulan ini atau awal bulan depan, ada tiga tempat tinggal yang akan menjadi saksi bisu perjalanannya ke depan. Yakni, Situbondo, Jogjakarta, dan Sumenep.
Situbondo adalah tempat Artidjo lahir. Kemudian, di Jogjakarta dia mengajar. Sedangkan di Sumenap, dia punya keluarga besar dari ayah dan ibunya. ”Saya sudah punya kafe. Madurama Cafe di Sumenep,” imbuhnya.
Bisnis kuliner itu bukan baru-baru ini dia rintis. Melainkan sudah berjalan cukup lama. Buktinya, Madurama Cafe sudah buka cabang di beberapa kota.