Asosiasi Petani Sawit Minta Pemerintah Cabut Kebijakan Pungutan Ekspor CPO
jpnn.com, JAKARTA - Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) meminta pemerintah Joko Widodo menunjukan keberpihakannya kepada petani dengan mencabut kebijakan pungutan ekspor CPO.
Pasalnya, pungutan 50 USD/ ton CPO tersebut mengakibatkan harga tandan buah segar/ TBS merosot, sehingga menyengsarakan petani.
Ketua Umum APPKSI Andri Gunawan menjelaskan mereka terpaksa menggelar aksi unjuk rasa pada Kamis, (20/6) lalu di depan kantor Kementerian Keuangan setelah tersiar kabar pemerintah akan kembali melakukan pungutan CPO.
"Kami akan menyurati pemerintah, bila perlu kembali menggelar demo jika pemerintah melakukan pungutan lagi," tutur Andri.
Menurut Andri, pungutan ekspor CPO akan berdampak secara sistemik pada kehidupan keluarga ekonomi petani sawit yang jumlahnya hampir 5 juta petani.
Selain itu, selama tiga tahun hasil pungutan ekspor CPO yang dihimpun oleh BPDKS hanya dinikmati oleh para konglomerat pemilik industri biodiesel yang mendapatkan dana yang dihimpun dari pungutan ekspor CPO, sebagai dana untuk mensubsidi Industri biodiesel mereka.
"Hanya 0,1 persen saja dana pungutan ekspor CPO yang digunakan untuk program replanting kebun petani, itupun petani dibebani dengan bunga pinjaman bank yang tinggi jika ikut program replanting dari BPDKS," terangnya.
Andri menambahkan dalam tiga bulan terakhir ini petani sawit baru saja menikmati peningkatan harga TBS, namun sejak Mei 2016 diadakan pungutan ekspor CPO, harga tandan buah segar sawit anjlok hingga mencapai harga yang sangat merugikan dan menyebabkan kemiskinan pada petani Sawit, serta terbengkalainya kebun kebun sawit petani akibat tidak terawat, dan tetani tak sanggup beli pupuk.