ATSI Tolak Penerapan Pajak Ponsel
jpnn.com - JAKARTA - Kalangan penyelenggara industri telekomunikasi yang tergabung dalam Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), menolak tegas rencana pemerintah menerapkan pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) atas handphopne sebesar 20 persen.
Pasalnya, saat ini pengguna internet broadband lewat perangkat mobile di Tanah Air tiap tahun terus tumbuh. Masyarakat telah memanfaat perangkat tersebut untuk berbagai keperluan, baik untuk akses informasi, kegiatan pemerintahan, pendidikan, bisnis dan lainnya.
"Jika diterapkan maka harga handphone akan melambung. Masyarakat lah yang menanggung biaya impor tersebut. Bagi orang-orang yang berdaya beli rendah, jelas tidak bisa lagi mengakses," ujar Alexander Rusli, Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Selasa (15/04).
Untuk jangka panjang, ini mengawatirkan. Pasalnya, pemerintah sendiri punya komitmen menjalankan pembangunan infrastruktur broadband di Indonesia ke seluruh pelosok Tanah Air hingga 2025. Jika harga handset kian mahal, investasi sektor telekomunikasi sektor ini akan sia-sia.
Terlebih, tambah Alexander, faktor penetrasi broadband yang tinggi telah terbukti akan berpengaruh terhadap kenaikan pertumbuhan ekonomi suatu negara hingga 10 persen. "Jika penetrasi broadband terhambat, pengaruhnya jelas kemunduran bagi ekonomi Indonesia," ujar Alexander.
Ia menambahkan, selain dampak tersebut, ada kekawatiran makin maraknya pelanggaran hukum yakni peredaran handphone melalui pasar gelap (black market). Para importir akan mencari cara untuk menyeludupkan produk ke konsumen agar terhindar dari beban pajak.
"Ini artinya kebijakan kenaikan tarif PPnBM tidak akan menjawab persoalan mengenai tingginya produk-produk impor seperti yang diwacanakan," imbuh Alexander.
Oleh karena itu, pihaknya yang mewakili berbagai pelaku usaha sektor telekomunikasi berharap pemerintah berpikir masak-masak Pemerintah sebaiknya memikirkan opsi lain yang lebih bijaksana dan tidak merugikan industri dan masyarakat.