Audrey Tang, Transgender Anarkis yang Jadi Menteri Taiwan
Audrey tahu bahwa mencari keuntungan moneter saja tak akan membuat semua pihak puas. Selain keuntungan uang, perusahaan harus memberikan manfaat kepada masyarakat dan negara. "Tanpa tujuan bersama, kita hanya akan sibuk melobi untuk satu kepentingan tanpa ada upaya menggabungkannya," ungkapnya.
Langkah pertamanya direalisasikan dalam perusahaan Agoood. Perusahaan itu menggunakan sketsa dari penderita down syndrome untuk merancang brosur. Sejak itu, dia terus mendorong perusahaan untuk memasukkan aspek sosial.
Dengan demikian, nanti mereka bisa menutupi kekurangan pemerintah dari berbagai aspek. Tak hanya mengeluhkan layanan dan bantuan yang jelek karena kurangnya dana. "Orang-orang yang dulunya menuntut pemerintah kini mulai mencoba untuk memperbaiki pelayanan publik. Dan mereka ternyata jauh lebih baik."
Prinsip Audrey memang kuat. Sering tidak konvensional. Soal itu, dia mengaku harus berterima kasih pada apa yang disebut sebagai masa puber keduanya.
Umur 24 tahun, Autrijus Tang yang terlahir sebagai lelaki mengalami pergulatan batin terbesar. Dia harus memutuskan apakah tetap dalam raga pria atau memilih berganti kelamin.
Tahun itu juga tekadnya bulat. Seusai terapi hormon dan operasi kelamin, Audrey menjadi nama barunya sebagai perempuan. Tahapan hidup itu juga menjadi simbol perubahan pola pikirnya
Dia akhirnya mengaku bisa meresapi arti galau dan rapuh. Dasar yang saat ini digunakan untuk berpolitik maupun menjalani hidup. "Baik pengalaman organisasi maupun konflik batin yang saya alami, semuanya sangat berguna bagi saya," ungkapnya.
Itu pun tecermin dalam hobinya dalam beberapa tahun terakhir. Yakni, Troll Hugging. Dalam waktu luang, dia akan melihat komentar pedas oleh netizen tentang dirinya. Lalu, dia akan mencoba berteman dengan mereka.