Australia-Indonesia Pererat Kerjasama Cegah Terorisme Dari Medsos
"Mereka semua diduga terlibat dalam organisasi, propaganda atau tindak terorisme. Dan itu adalah jumlah yang signifikan tapi mungkin hanyalah bagian kecil dari masalah yang harus kita tangani, tak hanya sekarang ini, tapi seiring dengan meningkatnya penggunaan media social dari tahun ke tahun," ujarnya dalam konferensi pers tersebut.
Ketika dihubungi ABC (6/11/2018), pihak Twitter membenarkan pernyataan Menteri Dutton.
"Kami telah berinvestasi dan mengandalkan teknologi untuk memantau dan menghapus secara aktif konten serta akun yang melanggar dari Twitter," sebut Kate Hayes dari Twitter.
Dalam pernyataan resminya, Twitter menulis bahwa selama periode dua tahun, perusahaannya memang menonaktifkan jutaan akun yang mencurigakan.
"Antara 1 Agustus 2015 dan 31 Desember 2017, kami membekukan 1.210.357 akun dari Twitter karena pelanggaran yang berhubungan dengan kampanye tindak terorisme."
Twitter tak menjelaskan secara detil metode apa yang mereka gunakan untuk mendeteksi akun mencurigakan tersebut, namun mereka menggunakan bantuan teknologi.
"Kami memakai mesin, memelajari berbagai macam sinyal berbeda untuk membantu kami menentukan apakan sebuah akun bisa terkait dengan tindakan (terorisme) semacam ini. Ada banyak sinyal yang kami pertimbangkan, sebagian besar tak tampak secara eksternal," kata Kate Hayes melalui pesan elektronik.
Pertemuan sub-kawasan tentang penanganan terorisme ini juga menyepakati pemberian bantuan teknis dan pengembangan kapasitas warga sipil untuk mencegah radikalisasi. Selain Australia dan Indonesia, pertemuan ini juga dihadiri delegasi dari Brunei, Malaysia, Myanmar, Selandia Baru, Filipina, Singapura dan Thailand.