Awal Pekan Minim Sentimen Positif
JAKARTA - Indeks harga saham gabungan (IHSG) diprediksi menjalani awal pekan dengan minimnya sentimen positif. Sebab, sampai akhir pekan kemarin, bursa saham Indonesia masih dilanda aksi jual sehingga ditutup menipis 6,585 poin (0,128 persen) ke level 5.148,962.
Head of Technical Analyst PT Trust Securities Reza Priyambada memperkirakan, pada Senin (18/8), IHSG akan berada pada rentang support 5.127-5.132 dan resistance 5.178-5.185.
Dalam istilah teknikal, MACD masih bergerak terbatas dengan histogram negatif yang memendek. RSI, Stochastic, dan William"s % R masih cenderung melemah.
"Laju IHSG di persimpangan tidak menyentuh target support (5.124"5.138) dan juga tidak bersentuhan dengan target resistance (5.170"5.188). Setelah rilis BI rate tidak berpengaruh pada penguatan lanjutan IHSG, kali ini positifnya laju bursa saham global dan pembacaan nota keuangan APBN pun, tampaknya, belum mampu menghijaukan IHSG," katanya kemarin (17/8).
Minimnya sentimen positif, kata dia, akan berpotensi melemahkan IHSG di sekitar area overbought (jenuh beli). Tetap diwaspadai potensi pelemahan lanjutan.
Salah satu sentimen negatif datang dari bursa Amerika Serikat (AS) yang ditutup merah akhir pekan kemarin. Indeks S&P 500 dan Dow Jones melemah. Hanya indeks Nasdaq yang mampu menguat sebesar 0,27 persen.
Reza menyatakan, salah satu sentimen yang membuat Wall Street di zona merah adalah kembali meningkatnya ketegangan geopolitik di Rusia-Ukraina sehingga pelaku pasar khawatir.
"Harga minyak mentah kembali melonjak dan pelaku pasar cenderung melakukan aksi jual. Apalagi ditambah dengan sentimen kenaikan index VIX, serta turunnya consumer sentiment dan NY Empire State Manufacturing Index menambah minat jual pelaku pasar," ulasnya.
Sejalan dengan bursa AS, mayoritas bursa Eropa juga melemah akhir pekan kemarin. Munculnya pemberitaan adanya serangan pasukan Ukraina kepada konvoi militer Rusia membuat pelaku pasar khawatir bahwa ketegangan kembali memuncak.
Sementara untuk pergerakan nilai tukar rupiah, Reza menyatakan, mata uang Indonesia tersebut akhir pekan kemarin bergerak melemah di tengah positifnya sejumlah mata uang emerging market.
Penilaian masih masuknya Indonesia dalam kelompok fragile five (lima negara dengan perekonomian ringkih) serta terdepresiasinya laju yen dan euro turut memengaruhi laju rupiah terhadap dolar AS (USD).
"Di sisi lain, tanggapan pelaku pasar terhadap pidato Presiden SBY, terutama terkait dengan perkiraan asumsi nilai rupiah di level Rp 11.900 per USD, tampaknya, disambut negatif karena dinilai lebih rendah dalam RAPBN 2015 dan bahkan jauh lebih rendah dari asumsi APBN 2014 sebesar Rp 10.500," terusnya. (gen/c22/agm)
Rekomendasi
PGAS Perusahaan Gas Negara 5.875 5.825 6.000
BBNI Bank BNI 5.175 5.150 5.275
SMGR Semen Indonesia 16.475 16.450 16.65 0
AKRA AKR Corporindo 4.930 4.920 4.985