Awalnya Sepakat Bacakan Vonis April 2013
Pertengahan Januari 2013, saat saya masih ketua MK, perkara itu masuk dan langsung diperiksa. Sehingga pertengahan Maret sidang-sidangnya sudah selesai dan ditutup. Tanggal 26 Maret saya pimpin rapat permusyawaratan hakim (RPH) dan sudah mengambil keputusan isi vonis. Tapi, kan semua putusan RPH itu harus ditulis dulu dan dikoreksi secara bersama-sama sehingga harus dibaca pada hari yang berbeda dengan hari keputusan RPH. Diperlukan waktu dua sampai empat minggu untuk menulis dan mengoreksi bersama. Nah, saya pensiun sebagai ketua MK pada 31 Maret dan pergi dari MK pada 1 April. Sehingga saya tak ikut menentukan hari pembacaan vonis itu.
Mengapa molornya sampai sepuluh bulan?
Itulah yang saya protes karena saya selalu ditanya orang. Saat saya akan pergi itu sudah ada kesepahaman akan dibaca secepatnya, yakni sekitar April. Tapi, molor terus. Saya tak bisa ikut menentukan karena sudah bukan ketua MK lagi. Tapi, saya sampaikan bahwa sikap MK itu terkesan terombang-ambing oleh politik di luar MK. Saya yang selalu ditanya orang juga merasa risi.
Anda kemudian memprotes secara terbuka?
Ya, seperti diberitakan secara meluas pada 8 dan 9 Januari 2014, melalui pers saya mengkritik MK yang menggantung kasus tersebut. Waktu itu saya bilang, saya mendukung Effendi Gazali yang mengatakan akan mencabut permohonannya sebagai protes kalau digantung-gantung seperti itu.
Apa Anda sampaikan itu ke Hamdan Zoelva? Apa reaksinya?
Hamdan mengatakan kecewa dengan kritik saya melalui pers. Katanya, tak ada soal politik atas lamanya pembacaan putusan itu. Masalahnya hanya dua. Pertama, karena kasus pilkada terlalu banyak sehingga tak sempat merampungkan koreksi atas perkara judicial review itu.
Kedua, karena setelah tertangkapnya Akil Mochtar, MK menjadi sibuk sekali sehingga menjadi tak mudah mengatur jadwal. Itu jawaban Hamdan. Benar atau tidak, sudahlah anggap selesai. Sekarang kan sudah divonis. (*/c10/tom)