Ayah Ibu Pergi Nikah Lagi, Nadia Harus Menghidupi Tiga Adiknya
Hanya ada satu ruangan kecil yang ditempati mereka untuk tidur. Bahkan tidak ada toilet. Jika ingin mandi, ia dan adik-adiknya akan membersihkan diri di samping rumah.
Tempatnya terbuka. Hanya ada kubangan bekas galian alat berat eksavator sebagai tempat penampungan air hujan. Warna airnya kekuningan dan bau, sebab struktur tanah di kubangan itu merupakan tanah liat. Air itu jugalah yang digunakan untuk mencuci baju dan piring.
Sedangkan kalau ingin buang air, ada sebuah kubangan lainnya. Jaraknya sekitar 6 meter. Ukurannya lebih besar dan lebar dari yang sebelumnya. Air di sini warnanya hijau. Ada sebuah jamban berukuran satu kali satu meter yang di sekelilingnya ditutupi karung bekas.
Tak ada tempat penampungan kotoran atau septic tank. Sudah pasti, kotoran langsung jatuh ke kubangan itu.
Selain tempat tinggal yang tak layak, Nadia harus mencari nafkah untuk ketiga saudaranya. Hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang ayah. Dia juga harus memasak makanan, mengurus adik dan lainnya, yang semestinya dilakoni oleh seorang ibu.
Peran sebagai ibu sekaligus ayah terpaksa dilakukannya. Karena sang ayah Munriadi sudah pergi sejak Nadia ada di dalam kandungan ibunya Yuliarna. "Ayah udah nikah lagi. Sekarang tinggal di Painan (Sumatera Barat)," kata Nadia.
Setelah itu, Yuliarna memilih menikah lagi. Dari suami keduanya, Yuliarna mendapatkan 3 orang anak. Itulah Nadia, Marcel dan Kevin. Saat itu, Nadia memang sudah bekerja membantu ibunya sebagai buruh batu batu.
Gajinya seminggu hanya Rp 50 ribu. Meski begitu, Nadia masih sempat untuk sekolah. Tapi akhirnya harus berhenti ketika duduk di kelas 1 SMPN 31 Pekanbaru, karena harus membantu orang tuanya.