Ayatollah Khamenei Pengin Jadikan Pilpres Iran Ajang Pamer, Rakyat Didesak Datang ke TPS
Pembatasan lebih lanjut dapat meredupkan harapan para ulama tentang jumlah pemilih yang tinggi di tengah meningkatnya frustrasi rakyat atas kesulitan ekonomi dan pembatasan politik.
Beberapa politisi pro-reformasi terkemuka di Iran dan pegiat di luar negeri telah menyerukan boikot pemilu, dan tagar #NoToIslamicRepublic telah banyak di-cuitkan oleh rakyat Iran di dalam dan di luar negeri dalam beberapa minggu terakhir.
Survei resmi menunjukkan jumlah pemilih berpotensi anjlok ke angka 41%, jauh lebih rendah daripada pemilihan sebelumnya.
Pemilihan itu dilakukan saat Iran sedang melakukan negosiasi di Wina dengan kekuatan dunia untuk menghidupkan kembali kesepakatan 2015 di mana ia setuju untuk mengekang program nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi internasional.
Presiden AS Joe Biden berharap untuk menghidupkan kembali perjanjian itu, yang ditinggalkan oleh pendahulunya Donald Trump. Meskipun kesepakatan itu merupakan pencapaian bersejarah dari presiden Rouhani yang akan menyelesaikan masa jabatannya, pemilihan presiden itu diperkirakan tidak akan berdampak besar pada posisi negosiasi Iran, yang ditetapkan oleh Khamenei.
Tetapi mandat yang kuat untuk Raisi dapat memperkuat posisi Khamenei di dalam negeri, serta peluangnya dalam mempengaruhi penentuan pemimpin tertinggi selanjutnya.
"Jika presiden baru dipilih dengan mayoritas suara yang signifikan, dia akan menjadi presiden yang kuat dan dapat melaksanakan tugas-tugas besar," kata Khamenei. "Jika kita mengalami penurunan jumlah pemilih, kita akan mendapat peningkatan tekanan dari musuh kita." (ant/dil/jpnn)