Bagian I: Empat Iven Pariwisata Riau Siap Mendunia
Pacu Jalur sejenis lomba perahu dayung tradisional dari Riau berukuran panjang sekitar 25-40 meter dengan awak perahu 40-60 orang, tergantung dari jenis jalurnya.
Kuansing adalah sebuah kabupaten yang secara administratif termasuk dalam Provinsi Riau. Daerahnya memiliki banyak sungai.
Kondisi geografis yang demikian, pada gilirannya membuat sebagian besar masyarakatnya memerlukan jalur atau perahu sebagai alat transportasi.
Kemudian, dalam perkembangannya muncul jalur-jalur yang diberi ukiran indah, seperti ukiran kepala ular, buaya, atau harimau, baik di bagian lambung maupun selembayungnya.
Perubahan tersebut sekaligus menandai perkembangan fungsi jalur menjadi tidak sekadar alat angkut, namun juga menunjukkan identitas sosial. Sebab, hanya penguasa wilayah, bangsawan, dan datuk-datuk saja yang mengendarai jalur berhias itu.
Perkembangan selanjutnya (kurang lebih 100 tahun kemudian), jalur tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi dan simbol status sosial seseorang, tetapi diadu kecepatannya melalui sebuah lomba. Dan lomba itu oleh masyarakat setempat disebut dengan Pacu Jalur.
Pada awalnya, Pacu Jalur diselenggarakan di kampung-kampung di sepanjang Sungai Kuantan untuk memperingati hari-hari besar Islam.
Ketika Belanda mulai memasuki daerah Riau (sekitar tahun 1905), tepatnya di kawasan yang sekarang menjadi Kota Teluk Kuantan (Ibukota Kabupaten Kuansing), mereka memanfaatkan Pacu Jalur dalam rangka merayakan HUT Ratu Wilhelmina yang jatuh setiap tanggal 31 Agustus.