Bahas Omnibus Law, Ketua DPR Minta Masukan Ulama
Ketua DPR menegaskan pelayanan urusan di bidang agama harus menjamin pemenuhan hak setiap warga negara untuk beribadat menurut agamanya; memperteguh toleransi keagamaan sebagai praktik ber-Tuhan secara berkebudayaan dengan tanpa “egoisme agama”.
“DPR RI yang saya pimpin senantiasa bersedia untuk bersinergi dan berbagi peran dengan Majelis Ulama Indonesia dalam menciptakan Islam yang Rahmatan Lil Alamin untuk memperkukuh persatuan nasional bangsa Indonesia agar tujuan mewujudkan kesejahteraan rakyat dapat segera diwujudkan”.
Puan juga berharap MUI membantu meluruskan pandangan-pandangan dan sikap sebagian dari masyarakat yang berbeda dengan pandangan dan sikap para pendiri bangsa tentang Pancasila. Menurutnya, Pancasila mengandung unsur keislaman dan kebangsaan laksana dua rel kereta api yang jika keduanya berdampingan dengan kokoh akan dapat mengantarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang majemuk sampai kepada tujuannya yaitu suatu tatanan masyarakat adil dan makmur serta bahagia lahir batin melalui pembangunan spritual dan material secara seimbang.
“Sebagai wadah berhimpun ormas-ormas Islam dan para cendekiawan Islam, MUI memiliki peran yang amat strategis untuk menyi’arkan dakwah Islam yang wasathiyah dan moderat,” ujar Puan.
Perempuan pertama yang menjabat Ketua DPR RI ini menegaskan kebijakan-kebijakan politiknya sudah pasti akan memperhatikan nilai-nilai dan kepentingan Islam. “Namun harus tetap dalam bingkai Pancasila dan NKRI. Itulah komitmen ideologis yang menjadi pegangan dan cita-cita perjuangan politik saya,” tegas Puan yang disambut tepuk tangan peserta rapat pleno.
Menurut Puan Maharani, pandangan politiknya terbentuk karena latar belakang keluarganya yang akrab dengan nilai-nilai keislaman dan kebangsaan. “Berada di lingkungan para alim ulama dan cendekiawan Islam, sebenarnya saya merasa tidak asing lagi karena latar belakang keluarga saya yang berasal dari keluarga muslim yang aktif dalam organisasi kemasyarakatan Islam.”
Puan bercerita latar belakang kakeknya, Soekarno, yang berguru kepada tokoh-tokoh muslim seperti Haji Oemar Said, dan tokoh Persatuan Islam (Persis) KH. Ahmad Hasan meskipun menjadi kader dan pengurus Muhamadiyah. “Begitu pula Nenek saya Ibu Fatmawati yang berasal dari keluarga Muhammadiyah dan pernah memimpin organisasi perempuan Muhammadiyah yakni Aisyiyah.”
Puan juga menyinggung ayahnya, Almarhum H. Muhammad Taufiq Kiemas, yang berasal dari latar belakang keluarga tokoh Masyumi. “Kakek dari ayah saya bernama Bapak Tjik Agus Kiemas, beliau seorang purnawirawan perwira TNI AD yang kemudian menjadi tokoh Partai Masyumi yang merupakan partai politik Islam yang pernah berjaya di masa itu.”