Bahasa Ibu Mulai Punah, Aksara Hangeul Jadi Pengganti
Berkat bantuan Prof Chun Thai Yun, sebuah yayasan nonprofit di Korsel, Hunmingjongeum Institute, bersedia memberikan beasiswa pendidikan bahasa Korea selama enam bulan kepada guru sekolah di Bau-Bau. Wali Kota Amirul pun diminta mengirimkan dua guru asli Cia-Cia untuk belajar bahasa di Seoul National University (SNU).
"Yang dipilih adalah dua guru bahasa Inggris, saya, dan seorang teman dari SMA Negeri 1," ujar Abidin.
Pada 1 Desember 2008, Abidin dan kawannya sudah berada di Seoul. Bahkan, mereka langsung belajar di SNU. Kebetulan bertepatan dengan musim dingin. Keduanya pun sangat tersiksa dengan kondisi cuaca yang amat dingin itu. Mereka juga bermasalah dengan makanan Korea.
"Kami terheran-heran dengan musim dingin di sana. Makanannya tidak ada yang cocok dengan perut kami. Serbasusah penyesuaiannya pada awalnya," kenang guru 38 tahun itu.
Kesulitan beradaptasi tersebut ternyata berlangsung agak lama. Bahkan, kawan Abidin akhirnya tumbang. Dia tidak kuat dengan cuaca dingin yang menusuk tulang. Bahkan, dia tidak bisa makan hingga badannya kurus kering.
"Badannya sampai kurus sekali. Melihat kondisinya, saya jadi khawatir. Dia bilang, kalau terus di Korea, dia bisa game (over)," kata Abidin.
Kawan Abidin itu akhirnya hanya bisa bertahan selama 45 hari. Jadilah Abidin sendirian di Korea. "Kalau dibilang ingin pulang, ya memang ingin. Tapi, saya kasihan kepada Pak Wali Kota karena beliau yang merintis program itu. Saya tidak ingin membuat malu wali kota," papar ayah tiga anak tersebut.
Abidin pun meneruskan pendidikan bahasa Korea-nya dengan segala upaya. Meski dingin, dia makin giat dan antusias. Selain Prof Chun Thai Yun, guru besar Prof Lee Ho Young dari SNU tampak sangat tertarik terhadap upaya pelestarian bahasa Cia-Cia.