Bakal Jamin Pembeli dan Insentif Fiskal
Mereka pasti tanya siapa yang akan beli produknya kalau investasi besar-besaran. Yang gampang kan BUMN. Indonesia kan juga sedang butuh gas. Nanti bisa PLN, PGN, atau Pertamina. Konon harganya lebih murah daripada natural gas. Juga, bisa digunakan untuk industri kimia," imbuhnya.
Selain itu, pihaknya juga bakal memberikan insentif-insentif tertentu bagi perusahaan yang berkomitmen di pengembangan nilai batubara tersebut.
Menurutnya, insentif tersebut sudah wajar dilakukan sebab industri tersebut masih belum ada di Indonesia. "Tentu harus kita encourage dengan paket-paket kemudahan. Misalnya, insentif fiskal. Mereka ini nantinya kan menjadi pelaku industri pioneer," ungkapnya.
Soal kemungkinan investor yang tertarik, Sukhyar mengaku cukup opimistis. Pasalnya, harga batubara saat ini sedang jeblok dan membuat rugi. Terutama, batubara dengan kualitas 4000 kilo kalori per kilogram (kcal/kg).
"Sekarang harga batubara itu kisarannya USD 19-82 per ton. Padahal, ongkosnya mencapai USD 30 per ton. Otomatis yang memproduksi batubara kalori rendah tak bisa beproduksi. Kalau berpoduksipun hanya untuk mengurangi beban. Praktis, mereka ini sedang rugi," tambahnya.
Dia menambahkan, pihaknya juga tengah memfinalisasi revisi PP nomor 9 tahun 2012 terkait royalti perusahaan IUP (Izin Usaha Pertambangan) Batubara.
Rencananya, pemerintah bakal menyamakan besaran royal menjadi 13,5 persen. Beban tersebut sama dengan perusahaan tambang batubara generasi lama atau biasa disebut PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara).
"Kami sedang menyelesaikan prosesnya. Mungkin satu bulan ini selesai. Ya paralel dengan PP nomor 23 2010," jelasnya (bil)