Bamsoet: Kajian PPHN oleh Badan Pengkajian MPR RI Diharapkan Tuntas Awal 2022
"Antara lain penambahan satu ayat pada Pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN, serta penambahan ayat pada Pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan oleh presiden apabila tidak sesuai dengan PPHN," tutur Bamsoet.
Menurut wakil ketua umum Partai Golkar itu, setelah kajian PPHN selesai, pimpinan MPR RI akan menjalin komunikasi politik dengan para pimpinan parpol, kelompok DPD dan para stakeholder lainnya. Tujuannya untuk membangun kesepahaman kebangsaan tentang pentingnya Indonesia memiliki PPHN sebagai bintang penunjuk arah pembangunan bangsa dalam jangka panjang.
Apabila semua pimpinan partai politik sudah sepaham serta sepakat dan menugaskan anggotanya untuk mengajukan dukungan tanda tangan sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR yang terdiri dari DPR dan DPD, katanya, barulah pimpinan MPR akan mengurus teknis administrasi pengajuan usul amendemen UUD 1945 sesuai pasal 37 UUD NRI 1945, yang hanya fokus pada penambahan dua pasal.
"Sehingga, amendemen terbatas tidak akan mengarah kepada hal lain di luar PPHN," ucap Bamsoet menegaskan.
Baca Juga: Deklarasi Sehat Sulit Diakses, Peserta Seleksi CPNS 2021 dan PPPK Galau Lagi
Kepala Badan Bela Negara FKPPI itu menegaskan bahwa proses amendemen UUD 1945 sudah diatur dalam ketentuan Pasal 37 Ayat 1-3 UUD 1945. Ayat 1 menjelaskan bahwa usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR, yakni sekitar 237 dari 711 jumlah anggota MPR.
Kemudian pada Ayat 2 Pasal 37 UUD NRI 1945 dijelaskan pula bahwa setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditujukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
Bamsoet menambahkan, disetujui tidaknya amendemen terbatas UUD 1945 untuk menghadirkan PPHN sangat tergantung dinamika politik yang berkembang serta keputusan partai politik dan kelompok DPD.