Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Bamsoet Mengaku Berdecak-decak Saat Menonton Pementasan Panembahan Reso

Minggu, 26 Januari 2020 – 16:28 WIB
Bamsoet Mengaku Berdecak-decak Saat Menonton Pementasan Panembahan Reso - JPNN.COM
Para pemeran dalam Pementasan Kolosal ‘Panembahan Reso’ karya maestro WS Rendra di Ciputra Artpreneur, Jakarta, Sabtu (25/1). Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet berdecak kagum atas kekuatan permainan karakter Sha Ine Febriyanti sebagai Ratu Dara yang antagonis dan Whani Dharmawan sebagai Panembahan Reso yang licik serta dialog-dialog yang masih relevan dengan situasi kekinian.

“Menyaksikan Pementasan Kolosal ‘Panembahan Reso’ karya maestro WS Rendra bagaikan menyaksikan kembali drama kekuasaan yang penuh intrik, kekejaman dan ketamakan. Semuanya masih relevan kendati naskah itu dibuat Rendra 34 tahun lalu saat mengkritik Orde Baru,” tutur Bamsoet usai menyaksikan Pementasan Panembahan Reso, Sabtu malam (25/1) di Ciputra Artpreneur, Jakarta.

Bamsoet lalu terkenang kedekatannya dengan WS Rendra saat masih menjadi wartawan pemula di Harian Prioritas milik Surya Paloh atau Media Indonesia Group.

“Saya mengenal Mas Willy atau WS Rendra sejak tahun 80an. Tidak saja melalui sajak-sajaknya tapi saya beruntung bisa mengenalnya langsung. Jauh sebelum saya menjadi wartawan dan Panembahan Reso digelar tahun 1986. Ketika itu saya masih mahasiswa dan merasa tertantang, mengapa WS Rendra dilarang tampil membaca sajak,” Kenang Bamsoet.

Akhirnya lanjut Bamsoet, kami nekad menampilkan si Burung Merak di acara Panggung Musik Mahasiswa Mapussy di Ancol tahun 1985. Akibatnya, saya diperiksa dan di tahan oleh Laksus di Kramat V karena sajak-sajak yang di bacakan WS Rendra ketika itu mengkritik tajam rezim Orde Baru. “Rendra memang bukan penyair biasa. Ia bagaikan magnit dan selalu mempesona di atas panggung. Seperti burung Merak. Itu juga yang membuat pihak intelejen dan keamanan jaman itu was-was,” jelas Bamsoet.

Mantan Ketua DPR RI 2014-2019 ini menceritakan bahwa dirinya tahun 1986 setelah lulus kuliah dan menjadi wartawan ditugaskan untuk menulis tentang Bengkel Theater dan profil WS Rendra si Burung Merak sekaligus meliput pagelaran Panembahan Reso yang sangat spektakuker saat itu. Mulai dari persiapan hingga pementasan termasuk berbagai cerita di balik layar.

“Begitulah perkenalan saya dengan Rendra yang terus berlanjut hingga pagelaran-pagelaran berikutnya bersama Kantata Taqwa dan lain-lain hingga Allah SWT memanggilnya lebih dahulu dari kami keharibaannya,” ujar Bamsoet.

Sekarang, setelah 34 tahun. Menurut Bamsoet, menyaksikan kembali pementasan Panembahan Reso bagaikan menyaksikan kembali drama kekuasaan dengan permainan atau intrik yang menyertainya. Kisah ini merupakan karya Rendra yang merefleksikan bagaimana di suatu pemerintahan, perebutan kekuasaan diraih dengan cara-cara licik dan penuh darah. Demi kekuasaan, apa pun dikorbankan termasuk rakyat, keluarga dan sahabat.

Bamsoet berdecak kagum atas kekuatan permainan karakter Sha Ine Febriyanti sebagai Ratu Dara yang antagonis dan Whani Dharmawan sebagai Panembahan Reso yang licik serta dialog-dialog yang masih relevan dengan situasi kekinian.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News