Bamsoet Ungkap Pentingnya PPHN dalam Jurnal Internasional Scopus di Turki
"Saya mengulas bahwa setelah MPR RI tidak lagi memiliki wewenang menetapkan GBHN sebagai haluan negara, fungsi GBHN digantikan dengan UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dan UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025," ucap Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, berbagai persoalan tersebut misalnya, timbulnya kecenderungan eksekutif sentris, dan adanya potensi RPJPN dilaksanakan secara tidak konsisten dalam setiap periode pemerintahan.
Selain itu, karena Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) didasarkan kepada visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih, maka berpotensi memunculkan visi dan misi yang berbeda dalam setiap periode pemerintahan.
"Ada juga potensi ketidakselarasan pembangunan antara RPJMN dengan perencanaan pembangunan daerah (RPJMD), mengingat visi dan misi Kepala Daerah sangat mungkin berbeda dengan visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
Tidak hanya itu, desentralisasi dan penguatan otonomi daerah juga berpotensi mengakibatkan tidak sinerginya perencanaan pembangunan antar daerah, serta antara pusat dan daerah," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila sekaligus Wakil Ketua Umum FKPPI/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, inkonsistensi ini berpotensi menghasilkan program pembangunan yang tidak saling mendukung, bahkan saling menegasikan satu sama lain.
Dampak dari implementasi pembangunan yang tidak sinergis, tidak selaras, dan tidak berkesinambungan ini sangat berpotensi menimbulkan inefisiensi atau pemborosan anggaran.
Karena itu, sangat penting bagi Indonesia memiliki PPHN. Mengenai kedudukan hukumnya, PPHN sebagai sebuah haluan negara harus mempunyai legal standing yang kuat, namun sekaligus tidak kaku.