Bang Ray Anggap Kebijakan Konser Musik Pilkada Bukti KPU Tak Sensitif
jpnn.com, JAKARTA - Direktur Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti menilai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2020 yang memungkinkan calon kepala daerah membuat konser musik terbuka sebagai bentuk tidak sensitif penyelenggara dalam melihat pandemi Covid-19. Ray merasa heran KPU tetap memberi izin kepada paslon untuk menyelenggarakan rapat umum atau kampanye terbuka.
"Dalam Pasal 63 ayat 1 PKPU No 10/2020 berbagai bentuk kampanye terbuka atau rapat umum tetap diperkenan, sekalipun dengan membuat sarat tambahan berupa jumlah peserta yang terbatas maksimal 100 orang, menerapkan protokol covid 19 dengan ketat dan sarat lainnya yang bersifat administratif. Tentu saja keputusan ini membingungkan. Dan nampak tidak sensitif pada situasi yang tengah terjadi," kata Ray kepada JPNN.com, Kamis (17/9).
Ray menambahkan, merebaknya pandemi Covid-19 yang hingga sampai saat ini belum juga menurun kurva korbannya. Dan besar kemungkinan hingga hari-H pilkada, kurva korban Covid-19 ini akan tetap tinggi. Dengan begitu, maka sudah sepatutnya seluruh kegiatan politik yang melibatkan massa harus dihindari.
"Bukan saja karena pertemuan itu diragukan efektivitasnya, tetapi juga karena sulitnya melaksanakan aturan kampanye terbuka dengan protokol Covid-19. Peristiwa pencalonan pasangan Cakada awal September lalu yang sarat dengan pelanggaran protokol covid 19 salah satu bukti betapa sulitnya menegakan aturan Covid-19 dengan kerumunan massa," jelas Ray.
Ray juga melihat ada potensi multitafsir dalam pelaksaan PKPU tersebut. Sebut saja apa yang dinamakan kawasan rapat umum. Bagaimana memastikan di antara 100 peserta itu benar-benar jaga jarak. Bagaimana memastikan jalanan menuju ke lokasi kampanye tidak dipenuhi oleh kerumunan massa. Dan bagaimana pula menindak kerumunan massa yang berada di luar garis lokasi acara.
"Sederet pertanyaan teknis ini hanya akan jadi bahan debat kusir yang berujung saling lempar tanggung jawab. Lagi pengalaman pendaftaran pasangan Cakada itu sebagai perbandingan. KPU dan Bawaslu hanya melihat lokasi yang harus menegakan aturan Covid-19 itu seluas tanah dan bangunan kantor KPU. Di luar itu, nampaknya tidak jadi perhatian KPU," jelas dia.
Oleh karena itu, Ray membayangkan betapa merepotkannya semua pihak terkait izin kegiatan massa itu. Sementara, Ray memandang dalam kampanye terbuka lebih banyak hiburannya dari pada materi kampanyenya, seperti lazimnya terjadi di Indonesia.
"Oleh karena itu, LIMA mendesak aturan kampanye terbuka itu direvisi. Setidaknya dinyatakan bersifat opsional, dapat dilakukan jika situasi sangat memungkinkan. Jadi bukan sekadar mungkin, tetapi sangat memungkinkan. Jika tidak, lebih baik dinyatakan tidak diperkenankan karena masih tingginya pandemi Covid-19," tandas Ray. (tan/jpnn)