Banyak Konglomerat Australia Himpun Kekayaan Lewat Koneksi Politik
Penelitian mengungkap, sebagian besar orang terkaya di Australia mengumpulkan kekayaan mereka melalui koneksi politik ketimbang melalui bisnis inovatif – sebuah kondisi yang membantu para miliarder namun merugikan orang lain.
Artikel harian ‘The Washington Post’ yang diterbitkan pekan lalu menyebut bahwa 65% dari orang-orang terkaya di Australia telah mengumpulkan kekayaan mereka melalui koneksi politik ketimbang melalui bisnis yang inovatif.
Menurut penelitian tersebut, warga Australia lebih dihargai atas koneksi politik mereka sama seperti warga Indonesia atau India, walau warga Kolombia tetap jadi jawaranya. Situasi di Australia ini sangat kontras dengan apa yang terjadi di AS, di mana hanya 1% dari miliarder yang dilaporkan meraup kekayaan mereka melalui koneksi politik.
Banyak miliarder Australia mengumpulkan kekayaan mereka dari koneksi politik ketimbang lewat bisnis yang inovatif. (Foto: shironosov/iStockphoto)
Apakah Australia benar-benar sebuah plutokrasi (negara yang dikuasai orang-orang kaya)? Penelitian kami, yang menggunakan metode empiris berbeda, sependapat dengan kesimpulan yang disebut ‘The Washington Post’.
Bahkan, kami mendapatkan angkanya mendekati 80%, membuat Australia berpotensi setara dengan Kolombia. Para penulis yang penelitiannya dimuat dalam ‘The Washington Post’ hanya menghitung kekayaan yang tampak diperoleh melalui koneksi politik, yang mungkin menjelaskan mengapa jumlah mereka sedikit lebih rendah dibanding dengan hasil penelitian kami.
Metode kami adalah dengan melihat operasi bisnis dari 200 warga Australia terkaya di daftar Majalah Bisnis Mingguan ‘BRW’.
Jika kita melihat lebih detil pada sejarah kehidupan orang-orang kaya ini, tak satu pun dari 200 warga Australia terkaya tahun 2009 tampak seperti Bill Gates atau Warren Buffett - yaitu, inovator yang mencetak uang mereka dengan menciptakan, memproduksi, atau mendistribusikan produk yang dibeli jutaan orang.