Banyak Perusahaan Tambang dan Energi Kini Terancam Bangkrut
Perusahaan tambang dan energi yang sebelumnya melakukan pinjaman besar-besaran untuk ekspansi usaha, kini banyak yang mengalami kesulitan dan terancam bangkrut sejalan dengan anjloknya harga minyak.
Tahun lalu Amerika Serikat mencatat rekor sebagai negara produsen minyak dan gas terbesar. Namun sejalan dengan anjloknya harga minyak dari di atas 100 dolar AS/barel tahun 2014 menjadi di bawah 30 dollar AS/barel, banyak perusahaan energi yang kini bermasalah.
Sebab, mereka terlanjur melakukan pinjaman besar-besaran untuk ekspansi usaha.
Menurut Deloitte, 35 perusahaan pengeboran minyak dan gas di AS telah mengajukan status bangkrut dalam periode Juli 2014 hingga Desember 2015.
Diperkirakan 35 persen pengeboran minyak dan gas dunia, yaiotu sekitar 175 perusahaan, akan bernasib sama di tahun 2016 ini jika harga minyak tidak juga naik.
Penurunan harga minyak telah mencapai 70 persen sejak 2014 lalu disebabkan terjadinya oversupply. Kondisi ini tidak saja memukul perusahaan minyak namun juga kalangan perbankan dan investor yang menggelontorkan miliaran dollar untuk proyek pengeboran baru.
Ada yang memperkirakan bahwa jika kondisi ini berlanjut tidak menutup kemungkinan terjadinya kembali krisis keuangan global.
Regulator global yaitu Bank for International Settlements (BIS) bulan lalu menyatakan perusahaan minyak dan gas dunia memiliki pinjaman sebesar 3 triliun dollar ke bank dan investor, hampir tiga kali lebih besar dibanding 10 tahun sebelumnya.