Batalkan Revisi PP 52 dan 53 atau Pecat Menkominfo
Dia menyatakan, perubahan dua PP itu mengancam kedaulatan NKRI, karena spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas yang seharusnya dikuasai negara dan dilindungi dari penguasaan asing.
Perubahan dua PP itu, sambung Arief, membuat operator saling tunggu dalam membangun jaringan telekomunikasi khususnya di wilayah non-profit. Hal ini menyebabkan kesenjangan informasi, ekonomi, dan sosial, sehingga melahirkan gerakan separatis atau sekurang-kurangnya meningkatkan kriminalitas di wilayah tersebut.
Dia mengatakan, perubahan dua PP membuat operator telekomunikasi menjadi semakin malas membangun. "Sehingga mengakibatkan pembangunan jaringan telekomunikasi tidak menyeluruh dan tidak merata hingga ke pelosok negeri," katanya. Menurutnya, perubahan dua PP mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, karena terdapat perjanjian antaroperator telekomunikasi terkait pengaturan produksi, harga maupun penguasaan pasar.
"Perubahan dua PP tersebut merugikan BUMN sektor telekomunikasi yang telah mengeluarkan investasi besar untuk membangun jaringan telekomunikasi dengan nilai kerugian dalam lima tahun mencapai Rp 200 triliun," katanya.
Selain itu, kata dia, perubahan PP itu juga dapat merugikan negara Rp 100 triliun dalam lima tahun. Selain BUMN dan negara, juga merugikan masyarakat khususnya di wilayah non-profit, karena tidak terpenuhinya hak terhadap akses telekomunikasi.
"Ketentuan dalam perubahan dua PP tersebut bertentangan dengan Undang-Undang nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Jika dipaksakan dipaksakan (terancam) akan batal demi hukum melalui judicial review," paparnya.
Keberatan Serikat Pekerja BUMN Bersatu ini sudah dikirimkan kepada Menkominfo dan presiden serta lembaga negara lainnya. Sudah 22 organisasi non pemerintahan dan lembaga studi yang ikut menanggapi uji publik RPP 52 dan 53 ini. (boy/jpnn)