Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
Dari hasil membatik, Dia berhasil menghidupi anak-anaknya dan menyekolahkan mereka hingga ke pondok pesantren.
Namun, seperti kebanyakan pembatik lain, putri-putrinya enggan melanjutkan tradisi ini karena tantangan keekonomian.
“Batik itu hidup Ma’e,” ujar Muthola’ah (37), anak bungsu Umriyah.
Kalimat sederhana ini menjadi pengingat bahwa membatik bukan sekadar pekerjaan, melainkan jiwa yang tertuang dalam setiap goresan canting.
Keberlanjutan Batik Tulis Batang kini bertumpu pada upaya kolaborasi berbagai pihak, mulai dari pengrajin, sekolah, hingga komunitas pecinta budaya.
Dengan integrasi pendidikan modern, pelatihan langsung dari pengrajin senior, dan dukungan dari masyarakat, harapannya generasi muda Batang tak hanya mengenal, tetapi juga mencintai seni batik tulis sebagai warisan yang harus dijaga.
"Jika setiap angkatan memiliki 300 siswa yang belajar membatik, setidaknya ada segelintir di antara mereka yang akan menjadi penerus Batik Rifaiyah," kata Wakil Kepala SMKN 1 Warungasem Bejo Sulasih.
Melestarikan Batik Tulis Batang bukan sekadar menjaga kain bermotif, tetapi merawat nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Semoga, selawat yang mengiringi canting itu terus menggema, membawa asa baru bagi seni batik tulis Batang yang melegenda. (*)