Bedah Buku di Bekasi, Elemen Pemuda Minta Negara Bertanggung Jawab Atas Penculikan 98
jpnn.com, BEKASI - Sejumlah aktivis 98, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan pemuda mengadakan kegiatan Bedah Buku Hitam Prabowo Subianto; Sejarah Kelam Reformasi 1998 dan Ancaman Demokrasi Indonesia menjelang Pemilu 2024 mendatang, Kopi Raga STIES Mitra Karya, Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (9/1).
Hadir pada kegiatan tersebut sejumlah narasumber hadir, mulai dari aktivis 98 dan pegiat HAM Irwan Suhanto, Penggerak Sosial Kerakyatan Hari Purwanto, pemerhati pemilu dan demokrasi Hasnu Ibrahim, akademisi Hasanuddin, milenial Rahbar Ayatullah.
Irwan Suhanto mengatakan negara ini akan menghargai kemanusian, dan menghargai demokrasi selama kemudian telah mengadili dan pelaku pelanggar HAM.
"Selama pelanggar HAM seperti Prabowo dan kawan-kawan ini belum diadili secara hukum saya pikir Prabowo belum layak untuk mencalonkan diri sebagai presiden di bangsa ini," jelas Irwan.
Irwan mendesak pertanggungjawaban negara untuk mengembalikan 13 kawan mereka yang diculik. Di sisi lain, lanjut Irwan, beberapa aktivis 98 di lingkaran Prabowo Subianto pada hari ini, seperti Budiman dan kawan-kawan begitu tega menjual prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai kemanusian di tengah penculikan yang belum dikembalikan hingga hari ini.
"Saya menantang Prabowo untuk menumui massa aksi kamisan ke 801 di depan istana negara besok. Agar clear sejauh mana keterlibatan Prabowo pada penculikan aktivis 98 dan kerusuhan Mei 1998," jelas Irwan.
Hasnu Ibrahim menyampaikan penulis buku ini adalah aktivis 98. Menurut Hasnu, penulis Buya Azwar telah berhasil mengingatkan dirinya, di mana pada saat Orde Baru Rezim Soeharto terjadi kasus penculikan aktivis, kerusahanan Mei 1998, tragedi berdarah, upaya kudeta terhadap Presiden Ketiga BJ Habibi, Tragedi Berdarah di Timor-Timur dan Papua, terungkap secara jelas dalam Buku Hitam Prabowo Subianto ini, di mana diduga kuat aktor sentralnya adalah Prabowo Subianto.
Hasnu mengatakan publik tentu bertanya-tanya mengapa Prabowo hingga kini belum diadili. Hal itu harus dijawab oleh pemerintahan Jokowi.