Belum Merdeka, Jika Masih Banyak yang Miskin
Selasa, 17 Agustus 2010 – 15:21 WIB
Nurman menceritakan, pekerjaan itu telah dilakukannya sejak tiga tahun lalu. Sebelumnya ia memiliki usaha dagang kain. Karena bangkrut, modal pun habis, menjadi tukang angkat merupakan pilihan pahit yang harus dimanis-maniskannya. Setidaknya, ia bisa menghibur dengan perkataan, "Apa pun pekerjaannya baik. Yang penting halal!" Apalagi mengingat istri dan empat anaknya, seberat apa pun pekerjaan itu, memang harus disanggupinya.
Hidup, kadang oleh sebagian orang bisa terasa getir. Jika mendengar kisah Anton, tukang ojek di Simpang Duku Fly Over Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padangpariaman, lain pula rasa hati. Untuk mendapatkan uang lebih, apalagi mengingat lebaran akan datang, ia harus menambang (mengojek) hingga larut malam. Itu pun kadang dapatnya tak sesuai harapan. Sebab, tukang ojek sudah terlalu banyak pula di sana. Ia harus mengantre, hingga tiba gilirannya membawa penumpang. Manusiawi, kalau ia tunggang langgang mencari uang, apalagi saat teringat baju lebaran anak juga harus dibelikan.
Realita hidup di atas menjadi berat, lantaran peristiwa gempa 30 September 2009 lalu justru menambah beban hidup mereka. Ketika mereka mendengar akan ada bantuan gempa, ketika itu sempat ada harapan merasa teringankan. Pemerintah diharapkan mereka segera merealisasi bantuan gempa untuk rakyat itu. Sebab, bantuan gempa tersebut penting untuk rehabilitasi dan rekonstruksi rumah penduduk. Namun hingga kini, yang terngiang di telinga mereka hanya janji pemerintah yang dulunya mengatakan akan membantu.