Beragam Persoalan PPDB 2019 Sistem Zonasi Diadukan ke KPAI
jpnn.com, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sejak 19-22 Juni sudah menerima 19 pengaduan masyarakat tentang PPDB (penerimaan peserta didik baru). Pengaduan online ini berasal dari berbagai daerah, seperti Jawa Timur (Kediri, Mojokerto, Surabaya, Madiun, Jember, Gresik, Kab Blitar, Kota Blitar, dan Kota Malang).
Juga dari Banten (Tangerang Selatan), Jawa Barat (Kota Bandung, Kota Bekasi, Cikarang Utara, Jawa Tengah (Solo), dan NTT (Kupang).
"Hasil pengawasan akan dianalisis untuk kepentingan advokasi kebijakan PPDB ke depannya agar lebih baik. Namun, untuk sementara hasil pengawasan langsung menunjukkan bahwa para orangtua calon peserta didik mengaku tidak pernah menerima sosialisasi dan kalaupun menerima sosialisasi PPDB 2019 sangat minim informasinya, sehingga menimbulkan kebingungan para orangtua," tutur Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam pernyataan resminya, Senin (24/6).
BACA JUGA: Tiga Kelompok Nilai UTBK SBMPTN
Pengaduan yang diterima meliputi PPDB SMPN sebanyak 9 pengaduan dan PPDB SMAN sebanyak 10 pengaduan. Adapun masalah-masalah yang diadukan adalah sebagai berikut :
1. Tidak pernah menerima sosialisasi PPDB SMPN dan SMAN dengan sistem zonasi (Kediri dan Mojokerto)
2. Penolakan kebijakan PPDB sistem zonasi, pengaduan PPDB SMAN di Jawa Timur sempat dihentikan sementara (Kota Surabaya)
3. Tidak paham kebijakan dan juknis PPDB SMPN sistem zonasi dari pengadu (Kab. Gresik)
4. Juknis PPDN SMPN sistem zonasi dianggap kaku (Kota Bekasi)
5. SMAN belum merata penyebarannya di Jember, misalnya kecamatan Bangsaldari, tempat domisili pengadu, tidak ada SMA Negeri. Akibatnya pengadu tidak bisa mengakses sekolah negeri (Jember)
6. Kuota zonasi murni PPDB yang seharusnya 90% diubah menjadi 50% di SMAN (Kabupaten Madiun)
7. Jarak rumah tidak terverifikasi dengan tepat untuk PPDB SMAN (Cikarang Utara)
8. Permasalahan pada jalur kombinasi dalam PPDB SMPN (kota Bandung) dan jalur afirmasi dalam PPDB SMAN (Kediri)
9. Tidak ada zona irisan antara Karanganyar dengan kota Solo, SMP negeri terdekat berjarak 10 km, Kartu Keluarga dianggap luar kota, jadi anak pengadu terancam tidak dapat diterima di SMPN (Kota Solo)
10. Pengadu berdomisili di Kecamatan Sukun, namun SMAN terdekat di Kecamatan Klojen yang berjarak 2.5 KM dan 2.9 KM, akibat penyebaran SMAN tidak merata, maka anak pengadu tidak diterima di sekolah negeri terdekat (Kota Malang)
11. Masalah Zona beririsan dalam PPDB SMAN tidak diterima di sekolah pilihan meski jarak rumah ke kedua pilihan sekolah tersebut hanya 600 meter dan 1.185 meter (Mojokerto)
12. Pengadu dari Jakarta dan ingin melanjutkan SMAN di Kota Kupang, tapi terkendala oleh pindah domisili yang belum diurus (Kota Kupang)
13. Dugaan tidak transparannya PPDB SMAN (Tangerang Selatan)
14. Masalah perpindahan domisili dan Kartu Keluarga sehingga anak pengadu tidak bisa mengakses SMPN terdekat dari rumahnya yang sekarang (Bekasi Utara ke Bekasi Selatan)
15. Dinas Pendidikan kota Bekasi menambah jumlah rombongan belajar (rombel) PPDB SMPN dari maksimal 32 menjadi maksimal 36 siswa, masyarakat khawatir 4 siswa lain di tiap kelas tidak bisa masuk dapodik (Kota Bekasi)
16. Pengelola sekolah swasta khawatir tidak kebagian siswa karena pemerintah tahun 2019 membangun atau membuka sekolah baru yaitu SMPN sebanyak 7 sekolah yaitu SMP 50, 51, 52, 53, 54, 55 dan 56 (Kota Bekasi)
Sehubungan dengan pengaduan tersebut, lanjut Retno, tim pengawasan PPDB KPAI akan melakukan proses konfirmasi kepada pihak-pihak terkait, seperti Dinas Pendidikan kabupaten/kota maupun provinsi, serta pihak sekolah jika diperlukan.
BACA JUGA: Mendikbud Heran PPDB Jalur Zonasi Masih Saja Kisruh