Beraksi Ngeri di Langit Jogja demi Pujaan Hati
"Baru kali ini, sejak terbang beberapa ribu jam, ditemani pelangi yang indah. Sepertinya kamu sangat beruntung, kawan," canda Martin sambil menunjukkan foto pesawat yang mereka tumpangi berlatar belakang pelangi melengkung.
Kenapa harus di Jogja? Menurut Gangsar, di Semarang tidak ada "layanan" seperti yang diberikan oleh JFC ini.
Selain itu, kembarannya sebelumnya memiliki pengalaman terbang dengan JFC juga. Akbar terbang ke arah Borobudur menikmati keindahan alam peninggalan Wangsa Syailendra itu dari atas.
Berapa duit untuk menikmati layanan itu? Karena JFC harus mengerahkan dua pesawat, Gangsar diminta sharing cost di kisaran Rp 800-an ribu.
Ketua JFC Tjandra Agus mengatakan, layanan untuk Gangsar bukanlah sesuatu yang komersial. Sebab, JFC memang bukan lembaga bisnis.
"Kalau komersial jatuhnya bisa sangat mahal. Tapi, untuk semacam ini, dengan tujuan mengenalkan olahraga dirgantara, kami hanya meminta sharing cost. Kita paparkan kebutuhan bahan bakar, lalu silakan ikut menanggungnya," tegas Tjandra Agus.
Jogja Flying Club (JFC) merupakan klub bagi para penggemar olahraga dirgantara di Jogja dan sekitarnya. Mereka di bawah naungan Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) Daerah Istimewa Yogyakarta.
Anggota JFC rata-rata memiliki pesawat ringan seperti trike, glider, gantole, dan jenis fixed wings. Sejumlah tokoh dan pengusaha menjadi anggota JFC. Mereka memarkir pesawatnya di hanggar FASI yang ada di Komplek Akademi Angkatan Udara (AAU). Salah satunya adalah sosiolog UGM Prof Dr Heru Nugroho.