Berbagi Manajemen Haji dengan Turki
jpnn.com - MAKKAH - Setelah Pakistan, giliran pemerintah Turki yang mengapresiasi sistem penyelenggaraan haji Indonesia. Itu terkait dengan penyelenggaraan haji yang adil terhadap semua pendaftar haji. Terutama kalangan berusia lanjut.
"Kami mengapresiasi sistem first come, first serve yang dilakukan pemerintah Indonesia. Itu memberikan rasa adil bagi semua," kata Menteri Agama Turki Mehmet Gormez saat berdialog dengan Menteri Agama Suryadharma Ali di Kantor Urusan Haji Turki, Aziziyah, Makkah, Sabtu malam (12/10) waktu setempat.
Kedua pihak bertukar informasi mengenai sistem penyelenggaraan haji. Gormez mengungkapkan, dalam tiga tahun terakhir Turki tidak dikenai kenaikan harga sewa pemondokan di Makkah. "Sebanyak 80 persen pemondokan kami sewa dengan kontrak per tahun dan 20 persen per tiga tahun. Namun, di antara itu, kami juga memiliki dua gedung yang disewa dengan kontrak per lima tahun," ujarnya.
Semua gedung tersebut digunakan Turki sepanjang tahun. Di luar musim haji, gedung-gedung itu dipakai untuk menampung jamaah umrah yang mencapai 400 ribu orang.
Turki menyelenggarakan haji dengan sistem qur"ah (undian). Setiap tahun, dalam jangka waktu tertentu, dibuka pendaftaran haji untuk memenuhi kuota yang diberikan Kerajaan Arab Saudi. "Tahun ini, setelah dikurangi 20 persen, kuota haji Turki sebanyak 59.200 orang. Untuk memenuhi kuota itu, kami memberlakukan sistem undian terhadap semua pendaftar. Setiap tahun rata-rata pendaftar mencapai 1,6 juta orang," tutur Gormez.
Sementara itu, Suryadharma mengatakan memperoleh banyak manfaat dengan penyelenggaraan haji dengan sistem first come, first serve itu. Salah satunya adalah mempermurah biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH).
Tahun ini, misalnya, setiap jamaah calon haji hanya dikenai BPIH sebesar 3.500 dolar AS. Padahal, biaya riil penyelenggaraan haji sebesar 5.000 dolar AS hingga 5.100 dolar AS. "Selisih biaya itu diambil dari "manfaat" (bunga) BPIH yang telah mereka setorkan selama bertahun-tahun," ucap Suryadharma.
Dia tertarik dengan sistem kontrak per tiga tahun yang diberlakukan terhadap pemondokan. Apalagi, dalam jangka waktu itu, para pemilik gedung tidak memberlakukan kenaikan harga. Hanya, selama ini regulasi belum memungkinkan Indonesia untuk melakukan hal tersebut.