Berharap Kobar Tak Sampai Berkobar....
Senin, 26 Juli 2010 – 05:05 WIB
Dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePi) Jeiry Sumampow menilai, majelis hakim MK mulai tidak konsisten. Dia menduga, hal ini disebabkan banyaknya kasus sengketa pemilukada yang harus ditangani MK. "Ketika terlalu sumpek, maka menjadi rawan untuk diintervensi," begitu analisis Jeiry. Sebelumnya, Ketua MK Mahfud MD mengatakan, putusan Kobar diakui berat, namun harus diputus demikian karena pasangan calon cuman ada dua. Akil Mochtar pun membantah anggapan putusan kasus Kobar melampuai kewenangan MK.
Peneliti senior dari Cetro yang juga pakar Hukum Tata Negera (HTN), Refly Harun, juga menilai, putusan MK dalam kasus Kobar dan Madina telah melampuai kewenangannya. Namun, lanjutnya, selain mendasarkan pada alat bukti, hakim juga menggunakan "keyakinan hakim" dalam memutus perkara. Meski UU membatasi MK hanya berwenang mengurus sengketa pemilukada yang berkaitan dengan hasil akhir penghitungan suara, hakim bisa melompati aturan itu. "Hakim bukan corong Undang-undang. Itu doktrin hakim di seluruh dunia," ujar mantan staf ahli MK itu.
Dia mengatakan, kalau toh ditemukan ada indikasi konspirasi hakim MK, maka masyarakat bisa melaporkan agar dibentuk Majelis Kehormatan. "Tapi putusan tetap putusan, yang harus dijalankan. Ini negara hukum, bukan negara Undang-undang," ujar Refly. Semoga Gamawan cepat menemukan jawaban. (sam/ara/jpnn)