Beri Rp 50 Ribu ke Pemilih, Bagi-bagi Rezeki atau Gratifikasi?
Bagi Rudi, pemberian uang kepada masyarakat adalah hal wajar. Pesta demokrasi itu, baik pemilu dan pilkada dilakukan setiap 5 tahun sekali. Jadi sudah sewajarnya jika setiap calon anggota DPRD dan kepala daerah memberi sedikit rezeki kepada masyarakat selaku calon pemilihnya.
Namun Ketua Lingkar Mahasiswa Asahan (LiMA) Husni Mustofa dan Rudiansyah dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menolak aturan pemberian imbalan dalam bentuk apapun dan berapa pun kepada pemilih oleh pasangan calon sah.
Husni dan Rudiansyah menegaskan, apapun bentuknya pemberian uang kepada masyarakat sebagai calon pemilih adalah money politics. Dan, hal itu tidak dibenarkan.
Mereka meminta KPU dan DPR RI membatalkan rencana pelegalan pemberian uang kepada calon pemilih tersebut.
Sejumlah politisi di Kota Tanjungbalai berpendapat bahwa pemberian uang tersebut sama saja dengan melegalkan bisnis jual beli suara dalam pelaksanaan pesta demokrasi.
"Tak betul lagi itu, jika pemerintah sampai melegalkan pemberian uang kepada pemilih, walaupun besarnya dibatasi maksimal Rp50 ribu. Dengan dilegalkannya pemberian uang tersebut, sama saja pemerintah telah melegalkan jual beli suara dalam pesta demokrasi," ujar H Ridwan Ritonga Amd, Ketua DPC Demokrat Kota Tanjungbalai kepada METRO ASAHAN, Kamis (23/4).
Menurut Anggota DPRD Kota Tanjungbalai ini, apapun alasannya dan berapa pun nilainya, pemberian uang agar dipilih masyarakat, itu sudah termasuk gratifikasi. Jika hal itu tetap diberlakukan, itu sama saja dengan melegalkan politik uang atau money politics.
Hal senada diungkapkan Hj Nessy Aryani Sirait, salahsatu bakal calon Walikota Tanjungbalai dari Partai Hanura. Ia mengatakan, jika pemberian uang dilegalkan dalam pemilihan kepala daerah, hal itu sama saja artinya bahwa pemerintah telah melegalkan adanya gratifikasi dalam pelaksanaan pesta demokrasi.