Berkebutuhan Khusus, Vincent Cetak Prestasi di Dunia Lukis
jpnn.com, SURABAYA - Saat mendengar bahwa sang buah hati, Vincent Prijadi Purwono diidentifikasi berkebutuhan khusus, Rudy Purnomo kaget bukan kepalang. Dunia serasa mau runtuh baginya. Namun, Tuhan ternyata memiliki rencana lain. Vincent ternyata memiliki kemampuan spesial, yakni melukis.
Jiwa seninya yang terlatih itu membuahkan prestasi. Vincent masuk sebagai salah seorang dari 10 seniman yang diundang berpameran di Festival Bebas Batas. Acara itu dilaksanakan di Galeri Nasional Jakarta pada 12-29 Oktober.
Salah satu tujuan event itu adalah memberikan ruang berkarya dan menumbuhkan apresiasi masyarakat terhadap karya seni para penyandang disabilitas. Pada pameran tersebut, Vincent mencatatkan diri sebagai seniman termuda.
Kamis (27/9), kurator Festival Bebas Batas Hendromasto Prasetyo menyempatkan diri datang ke galeri lukisan Vincent. Seniman kelahiran Solo itu berkeliling memilih beberapa karya yang siap dipamerkan pada Festival Bebas Batas. Tiga unsur yang harus terwakilkan adalah konsep, nilai artistik, dan semiotika. Bagi Hendro, karya lukis Vincent punya nilai lebih karena polos dan spontan.
"Vincent punya kemampuan khusus dalam perspektif, dimensi, dan warna. Dia punya pengetahuan bagaimana memperlakukan kuas dan cat untuk menghasilkan efek yang dia inginkan. Komposisi warna yang dia gunakan juga nggak mudah. Vincent mewakili artist yang baru muncul, sedang tumbuh dan punya potensi besar," papar Hendro.
Kecintaan Vincent terhadap seni lukis memang total. Dia sudah jatuh cinta sejak sekolah dasar. Namun, lingkungan terus menuntutnya berkembang di sekolah umum. "Saya pikir, bagaimana Vincent bisa punya lebih banyak teman kalau bukan di sekolah umum?" ungkap Rudy. Bukan bertumbuh positif, Vincent malah tertekan
Suasana hati Vincent terlihat pada pergeseran karyanya. Anak kedua dari tiga bersaudara itu lebih sering melukis dengan warna gelap dan ungkapan kesedihan. Salah satu karya Vincent memiliki makna mendalam tantang "rasa sakit" karena harus belajar. Jadilah lukisan dengan penampakan anak kecil tanpa kepala dengan darah dimana-mana.
Di lukisan itu juga ada sosok orang dewasa berkacamata sedang memegang sebilah pedang berwarna hijau. "Lukisan itu dia buat setelah saya minta belajar. Tapi Vincent nggak mau. Akhirnya saya sediakan cat dan kanvas kemudian dia melukis ini," jelas shadow teacher Vincent, Torando Rodina.
Ekspresi Vincent itu menjadi lukisan yang dipilih Hendro masuk seleksi. Karena lukisan itu sangat natural dan memiliki makna kuat.
Hasil karya Vincent saat ini sudah banyak berubah. Terutama setelah diberi kebebasan melukis dan tidak lagi hidup dengan rutinitas sekolah. Kemampuan lukisnya menunjukkan kemajuan signifikan. Vincent lebih percaya diri. Kemampuan kognitifnya juga terus berkembang.
Menurut Rudy, bisa jadi bagian itu yang dilupakan beberapa sekolah. Bahwa setiap anak harus punya tools untuk mencurahkan perasaannya. Baru satu tahun ke belakang Vincent didampingi guru lukis.
"Ternyata saat melukis anak mencurahkan perasaannya sekaligus mengaktualisasikan diri. Pada area kesenian mereka belajar bahwa salah adalah wajar, dunia bukan hanya hitam dan putih," jelas Rudy.
Untuk memberi wadah dan apresiasi terhadap satu-satunya putra, Rudy membangun ruang seni bernama Gallery Vincent. Agar mampu memberi harapan pada setiap orang tua dengan ABK agar mengarahkannya secara tepat. Puluhan karya Vincent di gantung pada ruko lantai-3 itu. Mayoritas menampilkan deretan gerbong kereta api. Vincent memang suka kereta. Ia juga mengombinasikannya dengan karakter kartun. Salah satu karya Vincent sudah diberikan ke railway station terminal 3 bandara Soekarno Hatta. (nad/kkn)