Bersafari di Madura, Kiai Ma'ruf Singgung Ulama Dadakan dan Dai Tukang Maki
jpnn.com, SUMENEP - Calon Wakil Presiden (Cawapres) KH Ma'ruf Amin mengeluhkan banyaknya ulama atau kiai dadakan yang cenderung merusak tatanan Islam. Menurutnya, seharusnya ulama atau kiai lulusan pondok pesantren.
"Sekarang ini banyak yang enggak mondok, tetapi jadi ulama. Jadi ada memang orang ulama, ada yang diulamakan," kata Kiai Ma'ruf dalam acara Ngaji Bareng dan Ijazah Shahih Bukhari di Pesantren Annuqayah Guluk-guluk, Sumenep, Jawa Timur, Selasa (19/3).
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu mengatakan, ada orang yang tiba-tiba menyandang sebutan kiai hanya karena berita. Bahkan, ada juga yang digelari kiai karena jadi politikus.
“Mungkin jadi capres dan cawapres, jadi (disebut) kiai. Itu namanya dikiaikan," ujar ketua umum nonaktif di Majelis Ulama Indonesia itu.
Mantan rais am PBNU itu menegaskan, menjadi ulama atau kiai tidak bisa melalui proses yang instan. Sebab, harus ada proses panjang pembelajaran di pondok pesantren.
Kiai Ma’ruf menambahkan, ulama atau kiai dadakan merusak Islam karena semaunya menafsirkan ayat suci. Bahkan, cicit Syekh Nawawi al-Bantani itu menyodorkan tamsil dengan menyebut ulama dadakan memberikan tafsir ‘jalan lain’ ketimbang mengacu kitab Jalalain karya mufasir kondang Jalaluddin al-Mahalli.
Akibatnya, penafsiran ulama dadakan justru menyesatkan. "Itu dakwah yang tidak sesuai ahlulsunnah wal jamaah," kata dia.
Kiai Ma’ruf juga menyinggung tentang dai yang berdakwah dengan maki-maki. Ulama kelahiran 11 Maret 1943 itu menyebut pendakwah yang gemar mengumbar caci maki dengan istilah al-makiyun atau ahli maki-maki.