Bertemu Ketua MPR RI, Aktivis Buruh Sampaikan Aspirasi Terkait RUU Cipta Kerja
jpnn.com, JAKARTA - Aktivis buruh yang merupakan perwakilan Tim Teknis RUU Cipta Kerja (Ciptaker) bertemu Ketua MPR RI Bambang Soesatyo pada Rabu (26/8) lalu.
Mereka terdiri dari 4 konfederasi Serikat Buruh yaitu KSPSI, KSBSI, KSPN, KSARBUMUSI dan 2 Federasi Serikat pekerja Perkebunan Nusantara dan Perkayuan dan Kehutanan Indonesia yang bergabung mewakili 39 Federasi terbesar organisasi serikat pekerja buruh.
Dalam kesempatan tersebut, perwakilan buruh menyampaikan kepada Ketua MPR RI agar hak-hak pekerja buruh tetap diperhatikan sesuai semangat UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Selain itu, pembahasan RUU Cipta Kerja diharapkan dapat berlangsung secara terbuka di Badan Legislasi DPR RI.
“Setelah kami mendatangi pimpinan DPR RI, maka giliran kami bertemu temui Mas Bambang Ketua MPR RI. Kami tetap membangun dialog sosial dengan semangat membawa aspirasi kawan-kawan buruh agar menjadi perhatian saat pembahasannya di parlemen,” kata anggota Tim Teknis Tripartit RUU Ciptaker Klaster Ketenagakerjaan mewakili unsur Buruh, Arnod Sihite dalam keterangan persnya, Jumat (28/8).
Lebih lanjut, Wasekjend DPP KSPSI pimpinan Yorrys Raweyai itu mengatakan aspirasi kepentingan buruh yang perlu menjadi perhatian dalam pembahasan RUU Ciptaker misalnya isu upah, Outsourcing, dan PHK (pemutusan hubungan kerja), pasangon agar tetap dipertahankan. Semangatnya harus sesuai dengan UU Nomro 13 Tahun 2003 atau lebih baik dari situ,” tegas Arnod.
Selain itu, dia juga meminta kepada DPR RI agar kualitas tenaga kerja Indonesia dapat terus ditingkatkan termasuk melalui kebijakan anggaran pelatihan sehingga angkatan kerja Indonesia dapat terserap dengan baik di pasar kerja.
Menurut anggota LKS Tripartitnas tersebut, dengan keahlian yang dimiliki pekerja buruh akan memiliki daya saing sehingga dapat lebih produktif dan tentu saja berdampak bukan saja pada peningkatan kualitas diri dan kerja tetapi juga ikut memberi kontribusi pada upaya penyehatan dunia usaha.
Sampai saat ini, kata dia, terdapat 70 persen pekerja buruh Indonesia dengan tingkat pendidikan SD dan SMP yang bekerja di sektor padat karya dan pekerja sektor informal. “Ini menjadi catatan kami yang harus diberi perhatian dalam pembahasan RUU Ciptaker,” katanya.