Besan SBY Mengaku Cairkan Dana ke Parlemen
Rabu, 24 September 2008 – 08:58 WIB
Aulia mengaku bahwa pencairan dana tersebut bermula karena adanya Rapat Dewan Gubernur (RDG) 3 Juni 2003. Rapat tersebut yang memberikan perintah kepada Aulia untuk mencairkan dana Rp 100 miliar dari kantong Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI). ”Rapat itu memerintahkan agar saya menyisihkan uang Rp 100 miliar. Dana itu untuk kepentingan yang insidentil dan mendesak,” terangnya kepada Ketua Majelis Hakim Masrurdin Chaniago. Mau tidak mau, Aulia harus menjalankan perintah RDG tersebut.
Sisanya sebesar Rp 31, 5 miliar pun mengalir ke parlemen. Uang tersebut perlu diserahkan kepada wakil rakyat dalam rangka menegakkan citra Bank Indonesia. Ketika itu, citra BI memang tengah terpuruk karena dihantam badai krisis moneter. BI kemudian mengutus Rusli Simanjuntak dan Asnar Azhari untuk memberikan uang tadi kepada Hamka Yandhu dan Antony Zeidra Abidin. Penyerahan dilakukan secara bertahap. ”Tentu uang saya serahkan kepada orang,” jelasnya.
Menurutnya, dana tersebut tidak diserahkan secara serentak. Ada permohonan yang diserahkan dalam bentuk catatan-catatan. Yang pertama untuk diseminasi stake holder sebesar Rp 7,5 miliar. Uang itu diserahkan 27 Juni 2003.
Penyerahan kedua terjadi 15 Juli 2003, sebesar Rp 7,5 miliar. Dalam permohonannya dana ini bakal digunakan untuk diseminasi insentif pengawasan bank. ’’Yang ini tidak ada laporan secara tertulis,” ungkapnya. Selanjutnya 15 Spetember, uang diserahkan sebanyak Rp 16,5 miliar. ”Yang ini juga tidak ada laporan kepada saya,” jelasnya.
Setelah diserahkan, Rusli kemudian melaporkan penyerahan fulus tersebut kepada Rapat Dewan Gubernur. ’’Disetujui secara lisan kemudian berlaku sah,” jelasnya.
Anggota hakim lain Slamet Sobagjo juga berusaha mencecar pertanyaan bahwa aliran dana tersebut ada setelah hearing BI dengan DPR gagal. Ketika itu, ada laporan dari Rusli bahwa akan ada Panitia Kerja (Panja) DPR yang mengurus BLBI. ”Itu memang kemudian ditindaklanjuti dengan RDG,” terangnya.