Biang Kerok Pilkada Mahal Bukan Rakyat tapi Politisi
jpnn.com - JAKARTA - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menolak Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk disahkan sebagai undang-undang, apabila tetap mengatur sistem pilkada tidak langsung.
"RUU Pilkada yang akan disahkan DPR sebentar lagi harus ditolak jika tetap mengatur sistem pilkada tidak langsung," kata peneliti Formappi, Lucius Karus dalam keterangannya, Jumat (5/9).
Lucius menyatakan pilkada tidak langsung merupakan kemunduran demokrasi. Menurutnya niat para pengusung sangat subyektif dan menghina rakyat karena dituding sebagai biang kerok ongkos politik yang mahal.
Dikatakan Lucius, biaya pilkada yang mahal bukan dikarenakan kesalahan sistem. Akan tetapi karena mental dan watak serakah politisi.
"Oleh karena itu yang paling mendesak adalah merevolusi mental politisi termasuk para penyusun RUU Pilkada yang ngotot memundurkan demokrasi kita," ujarnya.
Lucius mengungkapkan RUU Pilkada dengan sistem tidak langsung menjadikan watak korupsi kekuasaan yang marak di pusat akan berpindah ke daerah. Pemilihan tidak langsung, lanjutnya, akan memudahkan koruptor untuk memilih pemimpin boneka yang akan menjadi operator partai dalam menjarah sumber daya dan kekayaan daerah.
Pilkada tidak langsung, diakui Lucius, mengekspesikan inkonsistensi parpol untuk mempertahankan partisipasi rakyat melalui pilkada. "Parpol mengkambinghitamkan rakyat untuk ketidakberesan pilkada selama ini, padahal sesungguhnya parpol itu sendiri menjadi biang kerok," tuturnya.