Biaya Caleg Picu Korupsi
Senin, 24 Juni 2013 – 08:55 WIB
Jika tidak ada aturan yang lebih ketat untuk bisa mencegah terjadi praktek korupsi di lingkungan parlemen, lanjut Karel, maka bukan tidak mungkin citra DPR akan semakin rusak saja karena banyak oknum anggotanya yang terseret kasus korupsi. ”Butuh pencegahan sejak dini, karena itu KPU juga harus bisa mengetahui sumber dana calegnya. Ini agar bisa dicegah terjadinya praktek balsa budi atau pengembalian modal pada para bohir,” jelasnya.
Di lain tempat, Pengamat politik asal Universitas Indonesia (UI) Donny Tjahja Rimbawan saat diskusi Institut Transparansi Kebijakan (ITK) di Cikini, mengkalkulasi dalam pengelolaan partai politik (parpol) saja selama lima tahun biaya yang harus dikeluarkan oleh parpol berkisar Rp 188,700 miliar untuk keberadaan kantor parpol di kabupaten/kota dan ibu kota provinsi. ”Itu sebatas dana untuk merawat konstituen dan kantor DPP. Sementara biaya lebih besar juga dikeluarkan oleh para caleg yang akan duduk di DPR RI dan DPRD. Ini setidaknya jika diakumulasi akan mengeluarkan dana berkisar Rp 160,120 triliun,” papar Rimbawan.
Dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) baik untuk menjadi bupati, wali kota maupun gubernur biaya yang dikeluarkan para calon juga begitu besar dan tidak sebanding dengan pendapatan yang diterima selama lima tahun berkuasa. ”Untuk pilkada setidaknya dana yang gelontorkan di seluruh Indonesia mencapai Rp 23,180 triliun, dengan perhitungan seorang calon gubernur mengeluarkan dana rata-rata Rp 25 miliar dan seorang calon bupati / wali kota mengeluarkan dana berkisar Rp 10 miliar,” terangnya. (dms)