Bidik Calon Kepala Daerah, KPK Panen Kritik
jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Arsul Sani mengkritik Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membeberkan ke publik akan menjerat kepala daerah sebagai tersangka rasuah. Arsul menilai ketua KPK sebagai penegak hukum senang menggunakan future tense atau rencana kerja yang akan datang.
“Penegak hukum itu tidak boleh pakai future tense, pakainya present tense. Grammar-nya harus itu, hari ini ada dua alat bukti umumkan siapa saja (tersangkanya),” ungkap Arsul di gedung DPR, Jakarta, Rabu (7/3).
Dia mengingatkan, KPK jangan membuka wacana baru sehingga publik mempertanyakan siapa saja calon kepala daerah yang sudah 90 persen berpotensi sebagai tersangka.
“Kalau kulturnya penegak hukum seperti begitu, tapi nanti ternyata tidak terbukti, ini kan namanya KPK tidak berjalan (dari masa lalu),” katanya.
Arsul menjelaskan dulu KPK pernah memberikan spidol kuning hingga merah kepada calon menteri kabinet Joko Widodo. Namun, kata dia, sampai sekarang ini siapa yang mendapatkan warna merah itu tidak jelas, dan tidak ada tindak lanjutnya.
“Sampai sekarang yang tadinya disebut warna merah kemudian disebut sebagai tersangka kan tidak jelas itu barang. Tidak pernah terjelaskan kepada publik,” ujarnya.
Dia menegaskan, ini bukan persoalan menguntungkan atau tidak. Tapi, kata dia, kultur penegak hukum tidak boleh seperti ini.
Menurut dia, seharusnya KPK menetapkan calon kepala daerah sebagai tersangka itu sebelum partai memutuskan mengusung calon. “Iya (terlambat). Menurut saya, itu KPK secara tidak sadar kemudian melakukan politisasi proses hukum,” paparnya.