Bisa Jadi Janda Sekaligus Duda
Oleh Dahlan IskanSaya juga ikut di Yayasan Chengho. Istri saya anggota paduan suaranya. Saya sering tersenyum melihat istri manggung bersama para wanita Tionghoa. Kadang istri saya berbaju cheongsam. Menyanyikan lagu wo ai ni. Kadang yang Tionghoa berkerudung. Melantunkan salawat badar.
Diketahui juga bahwa saya sering ikut misa saat perayaan Natal. Ikut Imlek-nya Matakin. Ikut Waisak-nya Buddha. Buddha aliran apa saja. Termasuk ikut Buddha Tzu Chi.
Suatu saat saya diminta memberi sambutan atas nama umat Buddha. Di depan Presiden SBY. Yang belum jadi atasan saya.
’’Sampeyan ini memang Buddh-Is,’’ celetuk menteri agama saat itu, Maftuh Basyuni. ’’Singkatan Buddha Islam,’’ tambahnya, lantas tersenyum.
Merasa tidak ada jarak, curhat personal seperti berikut ini pun bisa terjadi. Yang awalnya membuat perasaan saya risi. Lalu saya sadari.
Oh... iya. Agama kami tidak sama. Kultur kami berbeda. Ya sudah. Saya dengarkan saja. Dengan perasaan biasa. Inilah kisahnya:
’’Untung lho Pak, ibu saya itu suka judi,’’ katanya penuh semangat. Wajahnya penuh rasa bahagia. Aneh, pikir saya. Ibunya suka judi kok untung. Ibunya itu sudah tua. Sudah 76 tahun. Janda. Sendirian.
’’Kenapa beruntung?’’ tanya saya.