Bocah Korban Perkosaan Divonis 6 Bulan Penjara, Adilkah?
Unsur kemanfaatan absen dalam vonis tersebut. Hukuman penjara selama enam bulan untuk seorang anak korban pemerkosaan dan korban aborsi tidak memiliki manfaat. ”Sama sekali tidak membuat korban jera, malah membuat anak stres dan masa depannya terancam,” paparnya.
Hakim hanya mengedepankan unsur kepastian hukum dalam perkara tersebut. Namun, kepastian hukum itu justru merusak asas lain. WA merupakan anak korban pemerkosaan yang juga seharusnya dipandang sebagai korban dalam kasus aborsi tersebut. ”Hakim yang menghukum hanya mempertimbangkan asas kepastian hukum secara kaku justru menjadi ketidakadilan,” tegasnya.
Itulah yang menimpa WA. Sebagai anak yang masih bersekolah, dia tidak bisa melanjutkan haknya mendapatkan pendidikan. Menurut dia, hukum seharusnya melihat peristiwa secara utuh.
Dengan begitu, akan terlihat bagian mana yang membuat hukum itu tidak perlu untuk diterapkan. ”Kita bisa belajar dari kasus anak di Bekasi yang membela diri hingga begalnya meninggal,” terangnya.
Anak tersebut awalnya ditetapkan sebagai tersangka. Peristiwa pidana menghilangkan nyawa itu ada. Namun, karena unsur membela diri, hukum tidak perlu diterapkan. ”Setelah masyarakat mengecam penetapan status tersangka itu, kepolisian akhirnya tidak melanjutkan kasus. Bahkan, anak itu mendapat penghargaan. Itu setelah melihat peristiwa secara utuh,” ujarnya.
BACA JUGA: Kisah Bocah Korban Perkosaan yang Dihukum Penjara, Pedih
Sementara itu, Ketua DPRD Batanghari Muhammad Mahdan menyebut, selain persoalan hukum, masalah WA memberikan peringatan kepada semuanya. Bukan saja keluarga WA. Bukan pula hanya masyarakat Batanghari. Melainkan semua warga negeri ini.
Menurut dia, anak tidak salah. ”Yang salah adalah setiap orang dewasa yang ada di sekitarnya dan tidak peduli terhadap kebutuhan anak.” (idr/c6/fim)