Bongkar Kasus Suap Ketua Dewan, KNPI Minta Bupati Kapuas Diperiksa
Dalam keterangan persnya di Palangkaraya, Kapolda Kalimantan Tengah, Brigadir Jenderal Polisi, Bambang Hermanu mengatakan, kasus penyuapan diduga terkait dengan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Kapuas tahun 2015. Dari keterangan yang berhasil dikorek polisi, untuk pimpinan dewan dijatahkan Rp 100 juta. Sementara Ketua Fraksi mendapat Rp 65 juta, dan uang untuk anggota dewan Rp 50 juta per orang. [Baca: Duit Suap Rp 2,9 Miliar di Tas Merah Berlambang PDIP]
Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi juga sependapat dengan Jalaluddin. Menurutnya, polisi harus mengusut sampai level tertinggi. Menurut Uchok, pembahasan RAPBD memang rawan memicu kongkalikong. Karena dalam pembahasan anggaran, eksekutif dan legislatif, bukan membahas program untuk kepentingan rakyat. Tapi banyaknya membahas hitung-hitungan jatah. "DPRD dapat apa, dan berapa, dan eksekutif dapat bagian mana,"katanya.
Namun sialnya, para pemangku kebijakan selalu menganggap APBD itu rahasia negara. Sehingga publik tak boleh berpartisipasi, dan mengakses dokumen. Inilah yang membuat celah korupsi terbuka lebar. Jadi korupsi dimulai dari perencanaan. Dan itu memang sudah dirancang oleh mereka. Dalam kontek ini, kepala daerah tak mungkin tidak tahu. Karena itu dalam kasus suap di Kapuas, polisi harus mengusut kemungkinan keterlibatan bupati Kapuas.
"Dimaksud rancangan itu adalah telah disiapkan perusahaan pemenang lelangnya, dan nanti dalam pembahasan yang terjadi pembagian anggaran, berapa dapat untuk eksekutif, dan berapa dapat juga buat eksekutif," kata Uchok. (awa/jpnn)