Boyamin Sebut Permintaan Djoko Tjandra Bentuk Penghinaan pada Pengadilan
jpnn.com, JAKARTA - jpnn.com - Buronan terpidana korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra kembali berulah.
Kali ini, buronan kelas kakap itu meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyidangkan permohonan peninjauan kembali (PK) perkaranya menggelar sidang secara daring. Djoko menyampaikan permintaannya lewat surat yang dibacakan kuasa hukumnya di hadapan majelis hakim, Senin (20/7).
Namun, majelis hakim Nazar Effriadi yang memimpin persidangan permohonan PK itu menolak permintaan Djoko. Penolakan majelis hakim itu pun mendapat dukungan dari Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
Menurut Boyamin, permintaan Djoko justru merupakan penghinaan terhadap pengadilan. "Jadi, permintaan sidang daring oleh Joko Tjandra jelas-jelas bentuk penghinaan terhadap pengadilan sehingga sudah semestinya ditolak oleh hakim," kata Boyamin, Senin (20/7).
Boyamin menegaskan, seharusnya Djoko sebagai buronan sadar diri sehingga tidak semestinya mendikte pengadilan untuk sidang daring. "Semestinya pengadilan tidak meneruskan persidangan karena senyatanya Djoko Tjandra tidak menghormati proses persidangan," ungkapnya.
Menurut Boyamin, ulah bos PT Era Giat Prima (EGP) itu selama ini telah mencederai rasa keadilan rakyat karena mempertontonkan hukum tidak berlaku bagi orang kaya. "Sehingga Djoko Tjandra tidak boleh mendapat dispensasi berupa sidang daring," kata Boyamin.
Di sisi lain, Boyamin menduga dalih Djoko Tjandra sedang sakit hanyalah pura-pura. Sebab, Joker -panggilan kondangnya- tidak dirawat di rumah sakit dan hanya mengantongi surat keterangan dari poliklinik di Kuala Lumpur Malaysia.
Karena itu, kata Boyamin, pengadilan tidak boleh lagi memberi kesempatan untuk mengulur waktu. "Karena senyatanya pengadilan telah berbaik hati dengan memberikan kesempatan sidang sebanyak tiga kali namun mangkir dengan berbagai alasan," paparnya.