BPS: Jumlah Penduduk Miskin Perdesaan Terus Menurun
Pada Maret 2015, Gini Ratio sebesar 0,408, dan turun menjadi 0,397 pada Maret 2016 dan 0,393 Maret 2017. Pada Maret 2018 Gini Ratio tembus pada angka 0,389 atau turun dalam waktu 6 bulan sebanyak 0,002 poin dibanding pada September 2017 yang masih bertengger pada angka 0,391.
“Hal ini cukup menarik jika dilihat dari indikator ekonomi, bahwa ketimpangan pengeluaran pada penduduk perdesaan justru lebih rendah dibandingkan secara nasional dan perkotaan, “ tambah Ketut
Hal ini dapat dilihat dari perbandingan Gini Ratio Maret 2017 di perdesaan sebesar 0,320 sementara nasional sebesar 0,393, demikian juga pada Maret 2018 Gini Ratio sebesar 0,324 jauh lebih rendah dari nasional yang sebesar 0,389.
“Arti dibalik angka ini, bahwa di perdesaan terjadi penurunan kemiskinan yang disertai dengan adanya penurunan ketimpangan pengeluaran yang lebih baik dari nasional, ujar Ketut
Terkait dengan angka inflasi bulan Juli 2018 yang dirilis BPS (1/8) Ketut menjelaskan bahwa secara nasional sebesar 0,28 persen dan di perdesaan 0,82 persen tidak akan banyak berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin termasuk di perdesaan karena peningkatan harga pangan yang memberikan andil besar pada inflasi tersebut hanya bersfiat sementara.
“Saat ini pasokan pangan dari produksi dalam negeri terus bertambah sehingga tidak ada kekuatiran akan kurang,“ jelas Ketut
Pada bulan Juli memang harga daging ayam ras dan telur sempat menyentuh Rp 40.000/kg dan Rp 30.000/kg dan saat ini sudah terus menurun dan stabil. Namun di beberapa komoditas pangan strategis justru memberikan andil terhadap menurunnya inflasi, seperti cabai merah, bawang merah dan bawang putih masing-masing 0,0222; 0,0525 dan 0,0045.
“Produksi pangan tahun ini lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya, maka ke depan sumbangan pangan terhadap inflasi diperkirakan akan berkurang,“ tegas Ketut