BPS Rilis Nilai Tukar Petani Data Mutakhir
jpnn.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik mulai 2020 akan merilis data nilai tukar petani (NTP) dengan pemutakhiran diagram timbang seiring dengan perubahan pola produksi, biaya produksi, dan konsumsi rumah tangga pertanian.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan metodologi penghitungan NTP tahun 2020 ini berdasarkan indeks harga yang mengacu Tahun Dasar 2018. Sebelumnya, BPS menggunakan indeks harga dengan Tahun Dasar 2012.
"Untuk NTP, ada beberapa yang mengalami perubahan. Provinsinya kalau dahulu 33 provinsi, sekarang menjadi 34 provinsi karena kami sudah memasukkan Kalimantan Utara," kata Suhariyanto pada Sosialisasi Pemutakhiran Diagram Timbang IHK dan NTP di Kantor BPS, Jakarta, Selasa (28/1).
Adapun NTP menunjukkan daya tukar dari nilai produk pertanian yang dihasilkan terhadap biaya produksi dan barang/jasa yang dikonsumsi.
Sejumlah perubahan pada NTP dengan Tahun Dasar 2018, yakni bertambahnya jumlah sampel menjadi 198.574 rumah tangga dari sebelumnya hanya 46.300 rumah tangga (Tahun Dasar 2012). Meluasnya cakupan sampel ini diharapkan meningkatkan akurasi data yang dihasilkan.
Untuk bobot subsektor petani, BPS tidak lagi menggunakan Hasil Sensus Pertanian Tahun 2013 sebagai acuan, tetapi memakai indikator baru Hasil Survei Pertanian Antar-Sensus 2018 (Sutas 2018).
Bobot subsektor pertanian untuk penghitungan NTP, yakni tanaman pangan sebesar 47,37 persen; taman hortikultura 10 persen; perkebunan rakyat 25,39 persen; peternakan 13,71 persen; dan perikanan 3,53 persen.
Sementara itu, untuk komposisi konsumsi rumah tangga pertanian, BPS menggunakan indikator yang sama dengan data inflasi, yakni classification of individual consumption according to purpose (COICOP) Tahun Dasar 2018.
Dalam penghitungan konsumsi rumah tangga Tahun Dasar 2018, ada 11 variabel yang termasuk dalam kelompok pengeluaran petani mulai dari makanan, minuman, dan tembakau, hingga perawatan pribadi dan jasa lainnya.
"Untuk konsumsi rumah tangga, akan disamakan dengan komponen penghitungan inflasi yang mengadopsi COICOP 2018 karena nanti semua negara juga akan berpindah menggunakan COICOP 2018," kata Suhariyanto.(Antara/jpnn)