Budi Mulya Sebut Nama SBY dengan Lantang
jpnn.com - JAKARTA - Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Budi Mulya kecewa dengan keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang sependapat dengan Jaksa KPK terkait kasusnya. Menurutnya, hakim tidak memahami secara jelas tugas Bank Indonesia dalam mengeluarkan kebijakan.
"Saya sedih, kecewa sama sekali cara penglihatan yang mulia majelis hakim berdasarkan tuntutan JPU. Masih berkeras kepala seolah-olah yang dilakukan Bank Indonesia dan KKSK itu salah, kebijakan yang salah," ujar Budi dengan nada cukup keras usai mengikuti sidang pembacaan vonisnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu, (16/7).
Ia menyesalkan majelis hakim yang terpaku pada kondisi yang disebut jaksa bahwa sejak periode Oktober-November 2008 tidak ada krisis.
Menurutnya, itu adalah kebijakan yang sudah menjadi kompetensi dan tanggung jawab BI melihat situasi ekonomi saat itu. Kewajiban BI justru tidak dipertimbangkan hakim dalam kasus tersebut.
Kebijakan yang dilakukan BI, ujarnya, juga bukanlah menjadi keputusan sepihak. Melainkan berdasarkan aturan Undang-undang Nomor 6 tahun 2009 tentang Bank Indonesia pasal 11.
Undang-undang itu sendiri, kata dia, lahir dari Perppu Nomor 2 tahun 2008 yang dikeluarkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono saat itu.
"Yang kami lakukan juga bukan yang asal tapi berdasarkan mandat UU Pasal 11. UU itu datangnya enggak dari mana-mana, tapi dari Perppu! Siapa yang membuat perppu? Presiden RI (SBY) yang sekarang masih aktif," sambungnya.
Presiden, kata dia, tahu dengan jelas bahwa keadaan Indonesia saat itu tidak normal. "Presiden kita yang masih aktif juga menulis buku bahwa November 2008 itu bukan keadaan normal! Itu keadaan harus diantisipasi kalau tidak akan terjadi krisis yang lebih lanjut," tegas Budi. (flo/jpnn)