Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Budi Santoso Pojokkan Muchdi

Jumat, 22 Agustus 2008 – 07:17 WIB
Budi Santoso Pojokkan Muchdi - JPNN.COM
Muchdi Pr saat menuju ruang sidang. Foto: Muhamad Ali/JP
JAKARTA – Dugaan keterlibatan Mayjen (pur) Muchdi Purwoprajono dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Munir mulai dibeber di PN Jakarta Selatan, Kamis (21/8). Dalam sidang pertamanya, jaksa penuntut umum (JPU) menganggap mantan Deputi V/Penggalangan Badan Intelijen Negara (BIN) itu menyalahgunakan kekuasaan, memberi kesempatan atau sarana, atau sengaja menganjurkan Pollycarpus Budihari Priyanto melakukan pembunuhan terhadap Munir.

Polly –sapaan Pollycarpus-- kini menjalani pemidanaan 20 tahun di Lapas Sukamiskin Bandung, setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan jaksa.

Dalam surat dakwaan, JPU mengurai motif Muchdi menghabisi Munir terkait langkah Munir mengungkap kasus penculikan aktivis mahasiswa 1997-1998 oleh tim mawar Kopassus. JPU meyakini, faktor tersebut membuat mantan Kasdam Brawijaya itu sakit hati dan dendam terhadap Munir. Setelah kasus penculikan aktivis terbongkar, Muchdi memang diberhentikan dari jabatannya sebagai Danjen Kopassus yang baru diembannya selama 52 hari. ”Itu merupakan pukulan yang sangat berat karena telah menamatkan karirnya sebagai militer,” kata ketua JPU Cirus Sinaga dalam sidang.

Maka, saat diangkat sebagai Deputi V BIN, Muchdi dianggap memiliki peluang untuk menghentikan kegiatan-kegiatan Munir dengan wewenangnya di BIN. Hal itu kemudian dilakukan dengan mengangkat Polly, yang merupakan pilot Garuda, sebagai aviation security di penerbangan Garuda Indonesia. ”Tujuannya supaya Polly punya akses yang luas untuk ikut dalam setiap penerbangan Garuda meski tidak sedang bertugas,” jelas Cirus.

Polly —sebagaimana terbukti dalam dakwaan sebelumnya— disebut JPU sebagai anggota jejaring non-organik BIN yang tunduk kepada handler atau agen yang merekrutnya yaitu Muchdi. Skenario pembunuhan Munir, lanjut JPU, dimulai saat Polly ikut terbang bersama Munir dalam pesawat Garuda 974 dari Jakarta menuju Changi, Singapura pada 6 September 2004. Di Coffe Bean bandara Changi itulah Polly mengeksekusi Munir dengan memasukkan racun arsenik ke dalam minuman yang dibawa Polly.

JPU menggunakan kesaksian agen madya yang pernah berdinas di Deputi V.I BIN Budi Santoso sebagai saksi pemberat Muchdi.  Budi yang saat ini berdinas di Pakistan itu, pernah ditelepon Polly pada 7 September 2004. Ini adalah hari kematian Munir.  ”Polly mengatakan bahwa dirinya ‘mendapatkan ikan besar di Singapura’. Maknanya dia telah membunuh Munir,” kata Cirus dengan mimik serius.

Budi, tiru Cirus, lantas bertanya, ”Apakah kamu (Polly) sudah melapor kepada Pak Muchdi?”. Polly menjawab bahwa hal ini sudah dilaporkan kepada Muchdi. Kesaksian Budi soal Polly ini tidak mengejutkan, karena pernah ditulis sebelumnya (Jawa Pos, 20/6). Tapi ternyata kesaksian Budi yang memberatkan Muchdi—yang tak lain adalah atasannya—tak berhenti di sini.

Cirus menyebutkan, hal lain yang makin menyudutkan Muchdi adalah pernyataan Polly kepada Budi. Isinya, ”Pak, saya mendapat tugas dari Pak Muchdi untuk menghabisi Munir.” Hal itu dikatakan Polly setelah mendapat tugas sebagai untuk bergabung di corporate security Garuda. Tak hanya memberi tugas, Muchdi juga membiayai aksi Polly.

JAKARTA – Dugaan keterlibatan Mayjen (pur) Muchdi Purwoprajono dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Munir mulai dibeber di PN Jakarta Selatan,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close