Bukan Densus Antikorupsi tapi Densus 86
Anda tak yakin Polri mau serius memberantas korupsi?
Karena konsepnya juga tak jelas. Densus Antikorupsi jika dibentuk, lantas hasil pengusutannya di-BAP. BAP tetap harus dilimpahkan ke kejaksaan. Kalau kejaksaan tak sevisi, ya dikembalikan lagi ke Densus itu. Sesuai MoU MA, Kepolisian, dan Kejaksaan, jika berkas bolak-balik tiga kali, harus SP3. Kalau di KPK kan tidak, berkas bisa langsung diserahkan KPK ke pengadilan tipikor.
Jika harus memaksimalkan saja kinerja Dirtipikor, aspek mana yang harus diperbaiki?
Ada tiga yakni tambah anggota, tambah anggaran, dan tambah kewenangan. Kalau anggaran, mulai 2013 ini kan anggarannya per kasus Rp200 juta. Sebelumnya hanya Rp25 juta. Kalau di KPK anggaran per kasus Rp250 juta. Jadi sudah beda tipis dengan anggaran KPK. Hanya tinggal penambahan personil dan kewenangan.
Kewenangannya harus seperti apa?
Kalau Polri mau serius, kewenangan penyadapan harus ditambah. Begitu juga kewenangan penangkapan. Misalnya kasus korupsi oleh kepala daerah, Polri bisa langsung menangkap tanpa harus direcoki masalah izin penangkapan dari presiden. Kalau mau nangkap saja harus izin, kapan mau memeriksa? Ini harus diubah.
Hal itu juga yang menyebabkan Dirtipikor Polri selama ini mandul?
Ya, tidak ada kemauan yang kuat. Pemberantasan korupsi oleh polri sangat loyo. Dirtipikor sejak dulu sampai sekarang belum pernah menangani kasus korupsi di tubuh polri. Menurut survei Transparency International Indonesia, polri merupakan institusi terkorup.