Bukan Hebat PLN, tapi Karena Ditolong Tuhan
Sabtu, 31 Juli 2010 – 13:57 WIB
Karena itu, Dahlan sudah punya rencana untuk kemarau 2011, 2012 dan 2013 agar problem tahunan itu tidak terulang. “Kelak, pada jam 06.00 sampai 17.00 WIB, menggunakan pembangkit tenaga batubara dan gas. Bendungan ditutup, biar air tertampung lebih banyak. Bendungan hanya dibuka pada jam-jam puncak, pukul 18.00 sampai 21.00 WIB saja, lalu ditutup lagi, begitu seterusnya. Tidak seperti sekarang yang diperkosa terus untuk memutar turbin sepanjang hari,” jelasnya.
Penggunaan listrik hampir di semua daerah di luar Jawa memang cukup menyulitkan. Karena pada jam 17.00 – 21.00 WIB itu permintaannya banyak. Ibaratnya, Jawa Pos kalau hari biasa cetak 500 ribu eksemplar, pada hari libur atau minggu bisa dicetak 2 juta eksp. Kalau koran, mengatur di mesin cetaknya lebih cepat, dan gampang. Misalnya dengan deadline lebih awal. Kalau listrik tidak bisa, karena setiap hari ada permintaan yang drastis antara pagi, siang, sore, malam dan dini hari.
Selain itu, setiap pembangkit punya karakter yang berbeda. PLT Batubara misalnya, tidak boleh dimatikan, karena akan terjadi inefisiensi dan proses menghidupkannya lama. PLT Air, harus deras terjunnya, paling ideal 200 meter. PLT Gas lebih fleksibel, bisa cepat di on-off. “Kombinasi dari 3 pembangkit inilah yang menjadi skema penyelesaian krisis Sumatera,” ungkapnya.